Sahabat, pelukan memang terkesan sebagai hal sepele. Namun, nyatanya banyak manfaat yang bisa didapat dari pelukan. Tak hanya memberi rasa aman, tapi juga bisa mentransfer keberanian dan kemandirian pada anak lho. Bisa dibilang, pelukan adalah salah satu wujud kasih sayang dalam bentuk sentuhan fisik yang mudah dilakukan. Inilah mengapa, para orangtua perlu menjadikan pelukan sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari.
Sayangnya, meski terbilang mudah, tak semua orangtua terbiasa memeluk anak-anaknya. Jika orangtua tak membiasakan memberi pelukan sejak anak-anaknya kecil, jangan heran jika sampai dewasa, mereka justru merasa tak nyaman saat dipeluk.
Biasanya, yang tak terbiasa memberikan pelukan pada anak-anak adalah para ayah. Menurut Melly Puspita Sari, S.Psi., MT, NLP, bisa jadi, ayah yang sulit memeluk dulunya juga mungkin jarang dipeluk. "Karena si ayah tumbuh dan berkembang jarang dipeluk, ia akan melakukan hal yang sama kepada anaknya. Tetapi kalau ia biasa dipeluk, ia juga akan memeluk anaknya," ujar psikolog lulusan Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Hasil sejumlah penelitian, dipaparkan penulis buku 'The Miracle of Hug' ini, menunjukkan kalau pelukan antara orangtua dan anak dapat meningkatkan kecerdasan otak, merangsang keluarnya hormon oksitosin yang memberikan perasaan tenang pada anak, serta memberi dampak positif pada perkembangan anak. Yang tak kalah penting, pelukan membuat anak merasa dicintai dan dihargai.
Menariknya lagi, pelukan dari masing-masing orang tua akan mentransfer hal luar biasa pada anak. Masing-masing akan mentransfer sifat tertentu pada anak, sehingga anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat.
"Saat ayah memeluk, sesungguhnya ia mentransfer kemampuan kemandirian. Ayah mentransfer aspek berani untuk berinteraksi dengan figur otoritas yang ada di luar rumah," terang Melly. Anak-anak ini akan lebih kuat saat berada di luar rumah. Sebaliknya, anak-anak yang mendapat kekerasan dalam rumah tangga, cenderung menjadi penakut saat berada di luar rumah.
Sedangkan, ketika ibu memeluk, sifat empati akan tersalurkan kepada anak. "Ibu adalah figur afeksi, yang ketika anak sakit, ia akan merawat dan memeluk anak untuk menyamankan," imbuh Melly.
Nah, jika belum terbiasa, yuk segera membiasakan diri memberi pelukan hangat pada anak. Agar anak tumbuh menjadi pribadi penyayang, pintar, dan mandiri.
Mudah-mudahan manfaat.
Sumber : Tabloid Nakita
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Showing posts with label Psikologi Anak dan Keluarga. Show all posts
Showing posts with label Psikologi Anak dan Keluarga. Show all posts
Saturday, September 19, 2015
Hikmah: Makna Pelukan Seorang Ibu
Sahabat, tidak ada yang lebih menyenangkan dari aktivitas berpelukan dengan ibunda di rumah setelah mengalami hal yang kurang menyenangkan. Selain merupakan ekspresi kasih sayang, pelukan seorang ibu kepada buah hatinya pun dapat menciptakan perasaan nyaman, tenang, dan aman.
Nah, apa sebenarnya makna di balik aktivitas pelukan antara ibu dengan anak? Menurut sebuah riset terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Emotion, salah satu alasan berpelukan terasa sangat nyaman adalah berpelukan merupakan bentuk dari membagikan beban di dalam hati dan beban kepada orang lain.
Maksudnya, ketika Anda mengalami peristiwa yang menguras emosi, Anda sebaiknya mendekatkan diri secara fisik dengan orang yang memiliki hubungan yang erat dengan Anda, misalnya ibu. Gunanya adalah untuk mengurangi beban emosional yang dipikul oleh orang tersebut dan orang lain akan membantu memikul beban tersebut.
Untuk membuktikan pentingnya konsep ini, tim peneliti mengamati 66 pasangan remaja putri dengan ibunda mereka. Para peneliti ingin melihat apakah sentuhan dan kedekatan fisik dapat memprediksi seberapa baik remaja dapat mengatasi stres sebelum melakukan pidato di depan umum. Dalam kasus ini, separuh dari jumlah remaja tersebut diizinkan melakukan kontak fisik dengan ibu mereka sebelum berpidato dan separuhnya lagi dilarang.
Hasilnya tidak mengherankan, para remaja yang diperbolehkan melakukan kontak fisik dengan ibu mereka tidak merasa stres selama eksperimen berlangsung. Namun, para peneliti menemukan pola yang menarik. Jika pasangan remaja dan ibu ini tidak bersentuhan, maka kualitas hubungan mereka menjadi penting karena remaja yang tidak berpelukan tidak mengharapkan adanya dukungan fisik, sehingga mereka tidak banyak mengharapkannya.
Riset ini melaporkan pula bahwa sebagian besar responden tersebut pada dasarnya memiliki hubungan yang baik, terlepas dari seringnya melakukan kontak fisik seperti berpelukan atau tidak. Akan tetapi, pelukan seorang ibu dinilai memiliki beragam manfaat yang amat luar biasa.
Sumber : Sakina Rakhma Diah Setiawan (Kompas Online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Nah, apa sebenarnya makna di balik aktivitas pelukan antara ibu dengan anak? Menurut sebuah riset terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Emotion, salah satu alasan berpelukan terasa sangat nyaman adalah berpelukan merupakan bentuk dari membagikan beban di dalam hati dan beban kepada orang lain.
Maksudnya, ketika Anda mengalami peristiwa yang menguras emosi, Anda sebaiknya mendekatkan diri secara fisik dengan orang yang memiliki hubungan yang erat dengan Anda, misalnya ibu. Gunanya adalah untuk mengurangi beban emosional yang dipikul oleh orang tersebut dan orang lain akan membantu memikul beban tersebut.
Untuk membuktikan pentingnya konsep ini, tim peneliti mengamati 66 pasangan remaja putri dengan ibunda mereka. Para peneliti ingin melihat apakah sentuhan dan kedekatan fisik dapat memprediksi seberapa baik remaja dapat mengatasi stres sebelum melakukan pidato di depan umum. Dalam kasus ini, separuh dari jumlah remaja tersebut diizinkan melakukan kontak fisik dengan ibu mereka sebelum berpidato dan separuhnya lagi dilarang.
Hasilnya tidak mengherankan, para remaja yang diperbolehkan melakukan kontak fisik dengan ibu mereka tidak merasa stres selama eksperimen berlangsung. Namun, para peneliti menemukan pola yang menarik. Jika pasangan remaja dan ibu ini tidak bersentuhan, maka kualitas hubungan mereka menjadi penting karena remaja yang tidak berpelukan tidak mengharapkan adanya dukungan fisik, sehingga mereka tidak banyak mengharapkannya.
Riset ini melaporkan pula bahwa sebagian besar responden tersebut pada dasarnya memiliki hubungan yang baik, terlepas dari seringnya melakukan kontak fisik seperti berpelukan atau tidak. Akan tetapi, pelukan seorang ibu dinilai memiliki beragam manfaat yang amat luar biasa.
Sumber : Sakina Rakhma Diah Setiawan (Kompas Online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Tuesday, August 4, 2015
Manfaat Memanjat Pohon Bagi Anak
Sahabat, sering melarang anak ketika bermain dengan memanjat pohon? Mungkin Anda akan berubah pikiran setelah mengetahui hasil penelitian yang dilakukan University of North Florida ini. Hasil penelitian menunjukkan, mereka yang suka memanjat pohon akan memiliki tingkat memori lebih baik dibanding yang tidak. Penelitian difokuskan pada kegiatan proprioceptively dynamic.
Proprioception adalah kemampuan seseorang untuk merasakan posisi tubuh dan gerakan. Kegiatan ini juga melihat keterampilan motorik seseorang. Penelitian ini melibatkan orang dewasa usia 18-59 untuk melakukan kegiatan seperti memanjat pohon, berjalan tanpa alas kaki, dan berjalan meniti balok keseimbangan. Peneliti mengecek memori di otak sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Dua jam kemudian, mereka yang melakukan kegiatan memanjat pohon hingga meniti balok memiliki peningkatan kapasitas memori hingga 50 persen. Sementara mereka yang tidak melakukan kegiatan tersebut, tingkat memori di otak tidak mengalami perubahan.
Menurut peneliti, semakin tinggi kapasitas memori atau daya ingat seseorang, maka akan lebih baik memproses suatu informasi yang diterima oleh otak. Penulis studi Ross Alloway menilai, meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan tak terduga seperti memanjat pohon, dapat meningkatkan memori sehingga tampil lebih baik di ruang kelas bagi anak-anak dan di ruang kerja bagi orang dewasa.
Untuk itu, tak perlu berlebihan melarang anak yang suka bermain-main dengan memanjat pohon. Orangtua pun bisa melakukan pengawasan.
Sumber : Kompas Health
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Proprioception adalah kemampuan seseorang untuk merasakan posisi tubuh dan gerakan. Kegiatan ini juga melihat keterampilan motorik seseorang. Penelitian ini melibatkan orang dewasa usia 18-59 untuk melakukan kegiatan seperti memanjat pohon, berjalan tanpa alas kaki, dan berjalan meniti balok keseimbangan. Peneliti mengecek memori di otak sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Dua jam kemudian, mereka yang melakukan kegiatan memanjat pohon hingga meniti balok memiliki peningkatan kapasitas memori hingga 50 persen. Sementara mereka yang tidak melakukan kegiatan tersebut, tingkat memori di otak tidak mengalami perubahan.
Menurut peneliti, semakin tinggi kapasitas memori atau daya ingat seseorang, maka akan lebih baik memproses suatu informasi yang diterima oleh otak. Penulis studi Ross Alloway menilai, meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan tak terduga seperti memanjat pohon, dapat meningkatkan memori sehingga tampil lebih baik di ruang kelas bagi anak-anak dan di ruang kerja bagi orang dewasa.
Untuk itu, tak perlu berlebihan melarang anak yang suka bermain-main dengan memanjat pohon. Orangtua pun bisa melakukan pengawasan.
Sumber : Kompas Health
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Monday, November 24, 2014
Mengurangi Stres & Depresi Dengan Kebiasaan Berbagi
Sahabat, ada orang yang merasa rasa stresnya akan berkurang setelah ia makan, atau baru merasa bahagia jika ia bisa memiliki gadget terbaru dan berlibur ke negeri impian. Padahal, kebahagiaan juga bisa didapatkan dengan cara berbagi kepada orang lain.
Dalam buku Give & Take yang ditulis oleh profesor Adam Grant, ia memaparkan konsep “membantu orang dalam 100 jam”. Menurutnya, meluangkan waktu selama 100 jam dalam setahun, atau rata-rata 5 menit sehari untuk membantu sesama manusia, dapat menimbulkan rasa kebahagiaan dan mengurangi rasa depresi dan stres.
Psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengatakan bahwa ketika kita bisa menolong seseorang atau membahagiakan orang lain maka rasa bahagia muncul secara otomatis dalam diri kita.
“Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial, bahwa kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Maka dari itu setiap manusia mempunyai mekanisme secara otomatis, jika memberi sesuatu kepada orang lain maka akan timbul dalam diri perasaan senang dan bahagia. Walaupun respon dari orang tersebut hanya sederhana,” ungkap Vera.
Perasaan bahagia dan senang membawa aura positif dalam diri. Aura positif itulah yang akan mengurangi rasa depresi atau stres yang dialami. Tentunya, sifat berbagi tersebut tak boleh mengharapkan suatu imbalan dari orang yang kita beri. Hal ini pula yang harus diingatkan pada anak-anak saat mengajarkan mereka kebiasaan berbagi.
“Jangan mengharapkan sesuatu dari orang yang kita beri, anggap saja bahwa kita hanya memberi, cukup sampai disitu. Entah tanggapan atau respon apa yang diberikan orang lain , kita tak boleh menyesal terhadap apa yang sudah kita lakukan,” katanya.
Menurut data World Happiness Report 2013 yang dirilis oleh Persatuan Bangsa-Bangsa, Indonesia menempati peringkat ke 76 sebagai negara paling bahagia di dunia, di bawah Thailand (36) dan Malaysia (56).
Untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih bahagia dengan berbagi dan meningkatkan kepedulian bagi sesama, Save a Teen mengajak keluarga dan remaja Indonesia menjadi Generasi Berbagi. Kita bisa memulainya dengan Aksi 5 Menit Biasa Berbagi untuk membantu anak-anak prasejahtera yang putus sekolah, namun memiliki prestasi yang baik.
“Kami berharap keluarga dan remaja Indonesia akan turut berpartisipasi aktif dalam aksi ini. Tak hanya materi, aksi ini juga bisa dilakukan dengan men-share informasi yang diambil dari akun twitter @Saveateen dan laman facebook Save a Teen World ke akun pribadi mereka,” ujar Imran Razy, Fourdraising Manager Putra Sampoerna Foundation.
Aksi 5 Menit Berbagi ini diharapkan bisa menanamkan kebiasaan peduli dan empati pada anak dan remaja sejak dini. Dr Maxwell Maltz dalam bukunya Psycho Cybernetics menyimpulkan bahwa butuh waktu minimal 21 hari untuk menciptakan sebuah kebiasaan baru yang akan terus melekat jika dilakukan secara konsisten.
“Dengan meluangkan waktu 5 menit selama 21 hari berturut-turut, orang tua dapat menanamkan kebiasaan berbagi yang kemudian bisa menjadi bekal penting bagi anak untuk dapat terus berbagi kepada orang-orang di sekitarnta sekaligus menjalani kehidupan yang lebih bahagia,” ungkap Vera.
Sigi Wimala, yang ditunjuk sebagai Brand Ambassador Save a Teen juga mengungkapkan bahwa berbagi itu sesuatu yang sangat sederhana dan bukan sesuatu yang sulit. Masyarakat bisa melakukannya dengan cara apapun.
"Ajarkan anak berbagi dari hal yang simple tapi terus-menerus dan jangan menilai uang sebagai patokannya. Seperti contoh jika ada sesuatu misalnya mainan atau apapun itu milik anak yang sudah tidak dibutuhkan, maka didik anak kita untuk menyerahkan sesuatu tersebut kepada orang yang lebih membutuhkan. Hal yang kecil seperti ini terbukti lebih sukses,” kata Sigi.
Mengajarkan anak-anak perilaku mau berbagi bisa disesuaikan dengan usia dan tahap perkembanga psikologi anak. Kuncinya adalah beri anak banyak kesempatan untuk berbagi. Tapi tentunya orangtua harus memberi contoh bahwa berbagi itu menyenangkan.
Pada anak-anak, sikap berbagi bisa diajarkan misalnya dengan mendorong anak ikut membantu pekerjaan rumah seperti membereskan mainan, meminjamkan mainan kepada teman atau adiknya, dan sebagainya.
Sumber : Eva Erviana (kompas health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Dalam buku Give & Take yang ditulis oleh profesor Adam Grant, ia memaparkan konsep “membantu orang dalam 100 jam”. Menurutnya, meluangkan waktu selama 100 jam dalam setahun, atau rata-rata 5 menit sehari untuk membantu sesama manusia, dapat menimbulkan rasa kebahagiaan dan mengurangi rasa depresi dan stres.
Psikolog anak dan remaja dari Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, mengatakan bahwa ketika kita bisa menolong seseorang atau membahagiakan orang lain maka rasa bahagia muncul secara otomatis dalam diri kita.
“Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial, bahwa kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Maka dari itu setiap manusia mempunyai mekanisme secara otomatis, jika memberi sesuatu kepada orang lain maka akan timbul dalam diri perasaan senang dan bahagia. Walaupun respon dari orang tersebut hanya sederhana,” ungkap Vera.
Perasaan bahagia dan senang membawa aura positif dalam diri. Aura positif itulah yang akan mengurangi rasa depresi atau stres yang dialami. Tentunya, sifat berbagi tersebut tak boleh mengharapkan suatu imbalan dari orang yang kita beri. Hal ini pula yang harus diingatkan pada anak-anak saat mengajarkan mereka kebiasaan berbagi.
“Jangan mengharapkan sesuatu dari orang yang kita beri, anggap saja bahwa kita hanya memberi, cukup sampai disitu. Entah tanggapan atau respon apa yang diberikan orang lain , kita tak boleh menyesal terhadap apa yang sudah kita lakukan,” katanya.
Menurut data World Happiness Report 2013 yang dirilis oleh Persatuan Bangsa-Bangsa, Indonesia menempati peringkat ke 76 sebagai negara paling bahagia di dunia, di bawah Thailand (36) dan Malaysia (56).
Untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih bahagia dengan berbagi dan meningkatkan kepedulian bagi sesama, Save a Teen mengajak keluarga dan remaja Indonesia menjadi Generasi Berbagi. Kita bisa memulainya dengan Aksi 5 Menit Biasa Berbagi untuk membantu anak-anak prasejahtera yang putus sekolah, namun memiliki prestasi yang baik.
“Kami berharap keluarga dan remaja Indonesia akan turut berpartisipasi aktif dalam aksi ini. Tak hanya materi, aksi ini juga bisa dilakukan dengan men-share informasi yang diambil dari akun twitter @Saveateen dan laman facebook Save a Teen World ke akun pribadi mereka,” ujar Imran Razy, Fourdraising Manager Putra Sampoerna Foundation.
Aksi 5 Menit Berbagi ini diharapkan bisa menanamkan kebiasaan peduli dan empati pada anak dan remaja sejak dini. Dr Maxwell Maltz dalam bukunya Psycho Cybernetics menyimpulkan bahwa butuh waktu minimal 21 hari untuk menciptakan sebuah kebiasaan baru yang akan terus melekat jika dilakukan secara konsisten.
“Dengan meluangkan waktu 5 menit selama 21 hari berturut-turut, orang tua dapat menanamkan kebiasaan berbagi yang kemudian bisa menjadi bekal penting bagi anak untuk dapat terus berbagi kepada orang-orang di sekitarnta sekaligus menjalani kehidupan yang lebih bahagia,” ungkap Vera.
Sigi Wimala, yang ditunjuk sebagai Brand Ambassador Save a Teen juga mengungkapkan bahwa berbagi itu sesuatu yang sangat sederhana dan bukan sesuatu yang sulit. Masyarakat bisa melakukannya dengan cara apapun.
"Ajarkan anak berbagi dari hal yang simple tapi terus-menerus dan jangan menilai uang sebagai patokannya. Seperti contoh jika ada sesuatu misalnya mainan atau apapun itu milik anak yang sudah tidak dibutuhkan, maka didik anak kita untuk menyerahkan sesuatu tersebut kepada orang yang lebih membutuhkan. Hal yang kecil seperti ini terbukti lebih sukses,” kata Sigi.
Mengajarkan anak-anak perilaku mau berbagi bisa disesuaikan dengan usia dan tahap perkembanga psikologi anak. Kuncinya adalah beri anak banyak kesempatan untuk berbagi. Tapi tentunya orangtua harus memberi contoh bahwa berbagi itu menyenangkan.
Pada anak-anak, sikap berbagi bisa diajarkan misalnya dengan mendorong anak ikut membantu pekerjaan rumah seperti membereskan mainan, meminjamkan mainan kepada teman atau adiknya, dan sebagainya.
Sumber : Eva Erviana (kompas health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Friday, October 3, 2014
Baca Karakter Anak Lewat Sidik Jari
Sahabat, dari zaman dulu, orang tua dan anak kerap mengalami perbedaan pendapat atau keinginan. Misal ketika anak akan memilih fokus studi. Tak jarang orang tua menginginkan anak untuk mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sementara sang buah hati hendak memilih Ilmu Pengetahuan Soasial (IPS). Ini biasa terjadi bila orang tua tak mengerti bakat dan karakter anak.
Menurut pendiri Brain Evo, Harris Yusuf Arifin, orang tua bisa mendeteksi karakter dan minat anak dari pola sidik jari. Malah penelitian soal sidik jari sebagai basis ilmu pengetahuan sudah terjadi sejak 1800an. Dan terus berkembang menjadi pemetaan kecerdasan.
“Metode ini masuk ke Indonesia sejak empat tahun silam,” kata Harris kepada Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia, Jumat, 26 September 2014. “Dan salah satu lembaga pembaca sidik jari adalah Brain Evo.”
Di Nusantara, sidik jari tidak cuma sebagai sarana pemetaan kecerdasan. Pun mengelaah profil dan pribadi seseorang. Guna mendeteksi kepribadian seseorang, Harris menggunakan metode bird profile atau biasa dikenal dengan teknik dominant, influential, steady, dan compliant.
Metode tentang konsep karakter manusia ini awalnya dikenalkan oleh dokter Wiliam Marston. Dan Marston membagi empat karakter dengan perumpamaan jenis unggas. Elang bagi orang yang berkuasa, memegang kontrol, dan terbuka; merak, memiliki kepribadian terbuka serta mudah bergaul; merpati, orang yang tekun dan sabar; serta burung hantu, taat hukum dan terstruktur.
Untuk membaca karakter, Harris akan memindai sepuluh jari si anak. Jumlah jari yang terpindai tak boleh kurang atau lebih. Proses pemindaian pun harus berhati-hati. Jika salah, piranti lunak tidak bisa mendeteksi sidik jari. “Hasil pemindaian sidik jari bisa menunjukkan keunggulan dan kelemahan anak, serta dominan antara otak kanan dan kiri,” ujar Harris.
Pemindai sidik jari juga mampu membaca banyak karakter. Seperti verbal atau linguistik, logika atau matematika, visual atau spesialis, kinestetik, musik, interpersonal, serta intrapersonal dan naturalis. Jika berbakat kinestetik, anak akan selalu aktif dalam aktivitas fisik. Bila menyukai musik, mereka cenderung senang bernyanyi atau memainkan alat musik. Sementara bakat interpersonal terlihat kala anak fokus berkomunikasi dengan orang lain dan berpotensi menjadi humas.
“Bila bakat intrapersonal, anak akan lebih memahami diri sendiri, biasanya suka disiplin,” katanya. “Jika naturalis, anak akan lebih pada alam dan berpotensi menjadi astronom.”
Secara keilmuan, pemindaian sidik jari merupakan gabungan dari ilmu otak, ilmu sidik jari, dan ilmu psikolog. Dan biasanya, hasil penelaahan ini 95 persen tepat. Tergantung pola sidik jari itu sendiri, apakah tebal hingga mudah terbaca, atau malah tipis membuat sulit terpindai.
Ada pula pemindaian yang gagal. Ini terjadi kala telapak tangan berganti kulit. Karena saat itu, rupa sidik jari tidak sempurna. Tangan berkeringat pun berpotensi gagal. Sebab akan mempengaruhi gambar scan yang terlalu hitam. “Sebaiknya tangan tidak terlalu kering dan basah kala pemindaian,” ujar dia.
Untuk memeriksa karakter anak melalui sidik jari, Anda harus membayar Rp350 ribu. Selain pemindaian, orang tua akan mendapatkan sesi konsultasi. Metode ini akan membantu orang tua mengetahui kepribadian dan mengarahkan sang anak.
Mudah-mudahan bermanfaat buat semuanya khususnya yang sudah punya anak.
Sumber : Nasir (https://id.she.yahoo.com/baca-karakter-anak-lewat-sidik-jari-071302246.html)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com
Menurut pendiri Brain Evo, Harris Yusuf Arifin, orang tua bisa mendeteksi karakter dan minat anak dari pola sidik jari. Malah penelitian soal sidik jari sebagai basis ilmu pengetahuan sudah terjadi sejak 1800an. Dan terus berkembang menjadi pemetaan kecerdasan.
“Metode ini masuk ke Indonesia sejak empat tahun silam,” kata Harris kepada Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia, Jumat, 26 September 2014. “Dan salah satu lembaga pembaca sidik jari adalah Brain Evo.”
Di Nusantara, sidik jari tidak cuma sebagai sarana pemetaan kecerdasan. Pun mengelaah profil dan pribadi seseorang. Guna mendeteksi kepribadian seseorang, Harris menggunakan metode bird profile atau biasa dikenal dengan teknik dominant, influential, steady, dan compliant.
Metode tentang konsep karakter manusia ini awalnya dikenalkan oleh dokter Wiliam Marston. Dan Marston membagi empat karakter dengan perumpamaan jenis unggas. Elang bagi orang yang berkuasa, memegang kontrol, dan terbuka; merak, memiliki kepribadian terbuka serta mudah bergaul; merpati, orang yang tekun dan sabar; serta burung hantu, taat hukum dan terstruktur.
Untuk membaca karakter, Harris akan memindai sepuluh jari si anak. Jumlah jari yang terpindai tak boleh kurang atau lebih. Proses pemindaian pun harus berhati-hati. Jika salah, piranti lunak tidak bisa mendeteksi sidik jari. “Hasil pemindaian sidik jari bisa menunjukkan keunggulan dan kelemahan anak, serta dominan antara otak kanan dan kiri,” ujar Harris.
Pemindai sidik jari juga mampu membaca banyak karakter. Seperti verbal atau linguistik, logika atau matematika, visual atau spesialis, kinestetik, musik, interpersonal, serta intrapersonal dan naturalis. Jika berbakat kinestetik, anak akan selalu aktif dalam aktivitas fisik. Bila menyukai musik, mereka cenderung senang bernyanyi atau memainkan alat musik. Sementara bakat interpersonal terlihat kala anak fokus berkomunikasi dengan orang lain dan berpotensi menjadi humas.
“Bila bakat intrapersonal, anak akan lebih memahami diri sendiri, biasanya suka disiplin,” katanya. “Jika naturalis, anak akan lebih pada alam dan berpotensi menjadi astronom.”
Secara keilmuan, pemindaian sidik jari merupakan gabungan dari ilmu otak, ilmu sidik jari, dan ilmu psikolog. Dan biasanya, hasil penelaahan ini 95 persen tepat. Tergantung pola sidik jari itu sendiri, apakah tebal hingga mudah terbaca, atau malah tipis membuat sulit terpindai.
Ada pula pemindaian yang gagal. Ini terjadi kala telapak tangan berganti kulit. Karena saat itu, rupa sidik jari tidak sempurna. Tangan berkeringat pun berpotensi gagal. Sebab akan mempengaruhi gambar scan yang terlalu hitam. “Sebaiknya tangan tidak terlalu kering dan basah kala pemindaian,” ujar dia.
Untuk memeriksa karakter anak melalui sidik jari, Anda harus membayar Rp350 ribu. Selain pemindaian, orang tua akan mendapatkan sesi konsultasi. Metode ini akan membantu orang tua mengetahui kepribadian dan mengarahkan sang anak.
Mudah-mudahan bermanfaat buat semuanya khususnya yang sudah punya anak.
Sumber : Nasir (https://id.she.yahoo.com/baca-karakter-anak-lewat-sidik-jari-071302246.html)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com
Monday, September 22, 2014
Latar Belakang Pendidikan dan Pola Asuh Anak
Sahabat, penelitian terbaru mengungkapkan, apa sebenarnya yang paling orang tua ingin ajarkan kepada anak mereka. Sebanyak 3.000 responden berusia dewasa dilibatkan oleh New Pew Research, selaku pihak penghelat penelitian.
Para responden diminta untuk menjawab 12 pertanyaan mengenai hal-hal yang ingin mereka ajarkan pada anak-anak. Kemudian, 12 pertanyaan tersebut dirangkum menjadi tiga terpopuler. Hasilnya, 93 persen responden mengatakan ingin mengajarkan anak-anak mengenai tanggung jawab.
Rupanya, tak berbatas kisaran usia, ras, atau politik yang diyakini, sejumlah orang di Amerika menginginkan anak yang bisa diandalkan. Lalu, mereka juga menginginkan anak yang bisa bekerja keras kelak mereka dewasa.
Orangtua yang religius, umumnya menginginkan anak mereka menyakini prinsip-prinsip serupa. Hal yang sama juga berlaku pada orangtua yang non-religius. Namun demikian, keduanya sama-sama ingin mengembangkan anak menjadi lebih baik dari mereka.
Selain tanggung jawab, keinginan orang tua yang paling banyak untuk anaknya adalah mereka ingin anak mereka tumbuh menjadi seorang pekerja keras, penolong, berperilaku baik, mandiri, kreatif, memiliki empati, toleransi, sabar, rasa ingin tahu, patuh, dan religius.
Hasil dari penelitian ini bisa menjadi alat ukur untuk masa depan sebuah bangsa. Pendidikan dari orang tua kepada anak, sebenarnya sangat ditentukan oleh pendidikan orang tua tersebut. Setengah dari orang tua dengan latarbelakang pendidikan tinggi, menempatkan kepatuhan dan ketaatan pada agama sebagai bagian penting dalam mengajarkan anak. Sementara orang tua dengan pendidikan biasa-biasa saja, lebih mengajarkan toleransi, kesabaran, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Mudah-mudahan bermanfat.
Sumber : kompas.com
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Para responden diminta untuk menjawab 12 pertanyaan mengenai hal-hal yang ingin mereka ajarkan pada anak-anak. Kemudian, 12 pertanyaan tersebut dirangkum menjadi tiga terpopuler. Hasilnya, 93 persen responden mengatakan ingin mengajarkan anak-anak mengenai tanggung jawab.
Rupanya, tak berbatas kisaran usia, ras, atau politik yang diyakini, sejumlah orang di Amerika menginginkan anak yang bisa diandalkan. Lalu, mereka juga menginginkan anak yang bisa bekerja keras kelak mereka dewasa.
Orangtua yang religius, umumnya menginginkan anak mereka menyakini prinsip-prinsip serupa. Hal yang sama juga berlaku pada orangtua yang non-religius. Namun demikian, keduanya sama-sama ingin mengembangkan anak menjadi lebih baik dari mereka.
Selain tanggung jawab, keinginan orang tua yang paling banyak untuk anaknya adalah mereka ingin anak mereka tumbuh menjadi seorang pekerja keras, penolong, berperilaku baik, mandiri, kreatif, memiliki empati, toleransi, sabar, rasa ingin tahu, patuh, dan religius.
Hasil dari penelitian ini bisa menjadi alat ukur untuk masa depan sebuah bangsa. Pendidikan dari orang tua kepada anak, sebenarnya sangat ditentukan oleh pendidikan orang tua tersebut. Setengah dari orang tua dengan latarbelakang pendidikan tinggi, menempatkan kepatuhan dan ketaatan pada agama sebagai bagian penting dalam mengajarkan anak. Sementara orang tua dengan pendidikan biasa-biasa saja, lebih mengajarkan toleransi, kesabaran, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
Mudah-mudahan bermanfat.
Sumber : kompas.com
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Sunday, December 22, 2013
3 Jurus Agar Anak Pintar Atur Duit
Sahabat, berikut tips mengajarkan pendidikan kecerdasan keuangan untuk anak :
1. Buat daftar Need (kebutuhan) dan Want (keinginan) sesuai usia si anak
Yang terpenting dari kebutuhan anak Anda adalah mengajarkannya untuk mandiri secara finansial. Misalnya, anak minta dibelikan barang-barang yang harganya cukup mahal. Nah, orangtua bisa mengajarkan anak untuk tidak selalu meminta uang pada orangtua setiap kali mereka punya keinginan. Banyak sekali anak yang, bila keinginannya tidak dituruti, menggunakan tangisnya sebagai senjata agar orangtua mau mengabulkan keinginannya.
Ajarkan pada anak bahwa ia bisa membeli sendiri barang yang diinginkannya, tanpa meminta uang pada orang tua. Caranya adalah dengan menyisihkan dari uang sakunya. Cara ini bisa diterapkan secara bertahap. Misalnya minta anak untuk mengumpulkan sebagian dananya lebih dulu, baru kemudian Anda menambahkan kekurangannya. Secara bertahap, Anda dapat mengurangi partisipasi Anda dan menambah proporsi andil anak, sampai akhirnya anak bisa membeli dengan uangnya sendiri barang yang ia inginkan. Jika ini terus-menerus diajarkan, anak akan terbiasa memiliki sikap dan sifat mandiri.
2. Jika sudah bisa diajak berbicara, rencanakan kebutuhan belanja anak
Bagaimana agar kita tahu apa saja kebutuhan si anak? Cara pertama, Anda survei ke teman anak Anda, yang kedua Anda langsung tanyakan kepada anak Anda. Keterbukaan dan komunikasi yang baik, akan membuat anak Anda merasa dihargai.
3. Uang saku untuk anak agar tergantung dari penghasilan atau pendapatan orang tua, paling tidak 10% dari pendapatan.Karena bersifat rutin, benar-benar Anda hitung secara cermat yang disesuaikan dengan jumlah anak Anda. Agar jangan sampai, antara keinginan mengajarkan melek finansial kepada anak Anda, Anda dan suami malah harus tekor tiap bulannya.
Selamat mengajarkan pendidikan kecerdasan keuangan untuk anak Anda.
Sumber : WealthFlow 19 Technology Inc.,Motivation, Financial & Business Advisory
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
1. Buat daftar Need (kebutuhan) dan Want (keinginan) sesuai usia si anak
Yang terpenting dari kebutuhan anak Anda adalah mengajarkannya untuk mandiri secara finansial. Misalnya, anak minta dibelikan barang-barang yang harganya cukup mahal. Nah, orangtua bisa mengajarkan anak untuk tidak selalu meminta uang pada orangtua setiap kali mereka punya keinginan. Banyak sekali anak yang, bila keinginannya tidak dituruti, menggunakan tangisnya sebagai senjata agar orangtua mau mengabulkan keinginannya.
Ajarkan pada anak bahwa ia bisa membeli sendiri barang yang diinginkannya, tanpa meminta uang pada orang tua. Caranya adalah dengan menyisihkan dari uang sakunya. Cara ini bisa diterapkan secara bertahap. Misalnya minta anak untuk mengumpulkan sebagian dananya lebih dulu, baru kemudian Anda menambahkan kekurangannya. Secara bertahap, Anda dapat mengurangi partisipasi Anda dan menambah proporsi andil anak, sampai akhirnya anak bisa membeli dengan uangnya sendiri barang yang ia inginkan. Jika ini terus-menerus diajarkan, anak akan terbiasa memiliki sikap dan sifat mandiri.
2. Jika sudah bisa diajak berbicara, rencanakan kebutuhan belanja anak
Bagaimana agar kita tahu apa saja kebutuhan si anak? Cara pertama, Anda survei ke teman anak Anda, yang kedua Anda langsung tanyakan kepada anak Anda. Keterbukaan dan komunikasi yang baik, akan membuat anak Anda merasa dihargai.
3. Uang saku untuk anak agar tergantung dari penghasilan atau pendapatan orang tua, paling tidak 10% dari pendapatan.Karena bersifat rutin, benar-benar Anda hitung secara cermat yang disesuaikan dengan jumlah anak Anda. Agar jangan sampai, antara keinginan mengajarkan melek finansial kepada anak Anda, Anda dan suami malah harus tekor tiap bulannya.
Selamat mengajarkan pendidikan kecerdasan keuangan untuk anak Anda.
Sumber : WealthFlow 19 Technology Inc.,Motivation, Financial & Business Advisory
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Wednesday, November 20, 2013
Antisipasi Bila Anak Susah Makan
Sahabat, tak sedikit orang tua yang kerepotan menghadapi anaknya yang mengalami masalah makan. Berikut ini beberapa problem yang sering dialami dan bagaimana cara penanganannya :
1. Makan diemut
Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah karena anak mengalami sariawan, sakit gigi, atau radang tenggorokan. Selain itu, kemungkinan mengalami kelainan sensorik pada mulut, gangguan sistem pencernaan, atau merasa bosan dengan makanan yang disajikan.
Untuk penangannnya, hindari memaksa anak mengunyah atau menelan. Berikan penjelasan bahwa makanan yang masuk ke mulut haurs dikunyah lalu ditelan. Beri makanan dalam suapan kecil, sajikan menu bervariasi, dengan penyajian menarik dan menggugah selera. Tak kalang penting, hindari makanan dengan rasa dan bau menyengat yang dapat memicu rasa mual.
2. Menolak makan
Beberapa anak menolak makan karena diduga sebelumnya mengalami kejadian trauma yang terkait dengan rasa, tekstur, bau atau penampilan makanan. Dalam hal ini, anak memiliki sensitivitas berlebihan terhadap rasa dan aroma makanan.
Adapun penanganan yang bisa dilakukan diantaranya member contoh kebiasaan makan sehat. Kemudian, ciptakan waktu makan tanpa ada gangguan misalnya mematikan teve. Selanjutnya berikan variasi makanan untuk menambah wawasan dan memberi pilihan berbagai makanan baru.
Yang jelas, pastikan anak mendapat asupan zat gizi dan kalori harian yang cukup. Untuk anak, beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Hindari terlalu banyak minuman manis karena menurunkan nafsu makan. Sediakan makanan yang menggugah selera dengan tampilan yang menarik.
3. Pilih-pilih makanan
Pemilih makanan atau picky eater yaitu kebiasaan hanya mau makan itu-itu saja. Hal ini terjadi karena anak sedang belajar mengunyah, sedang sakit, sedang mengembangkan selera makan, atau karena menu yang disajikan kurang variatif dan tak menggugah selera.
Sebagai solusi, coba kenalkan kenalkan jenis makan variatif pada anak sesuai tahap keterampilan makan. Tak perlu memaksa atau menghukum bila ia menolak makan. Sajikan makanan dengan menarik, menggugah selera, dengan peralatan makan dan minum yang lucu serta hiasan makanan. Manfaat waktu makan bersama untuk menjelaskan manfaat aneka jenis makanan bagi tubuh. Terakhir, ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
4. Alergi makanan
Ada beberapa penyebab alergi makanan di antaranya karena sistem pencernaan belum matang. Pada sistem pencernaan yang matang, terdapat selaput usus dan gerak peristaltik usus yang berfungsi melindungi dan menghalangi alergen masuk tubuh. Pada sistem pencernaan belum matang sistem pelindung itu belum berfungsi.
Beberapa gangguan kesehatan sering dikaitkan dengan alergi, misal penyakit asma, daya tahan tubuh menurun dan faktor psikologis. Alergi juga bisa dipengaruhi factor genetik.
Untuk penanganannya, cari faktor penyebab melalui tes alergi, misal tes kulit. Hindari makanan allergen atau pemicu alergi. Bila alergi disebabkan faktor keturunan, rujuk pada jenis makanan yagn dihindari orangtua. Ciptakan suasana makan menyenangkan, riset membuktikan, hati gembira meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Selain hal di atas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah selalu memantau berat badan (BB) secara teratur. Hal ini diperlukan karena berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Bahkan pada anak bayi dan balita, indikator BB/U (berat badan menurut umur) menandakan status gizi di masa sekarang.
Sumber : Kompas Health
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
1. Makan diemut
Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah karena anak mengalami sariawan, sakit gigi, atau radang tenggorokan. Selain itu, kemungkinan mengalami kelainan sensorik pada mulut, gangguan sistem pencernaan, atau merasa bosan dengan makanan yang disajikan.
Untuk penangannnya, hindari memaksa anak mengunyah atau menelan. Berikan penjelasan bahwa makanan yang masuk ke mulut haurs dikunyah lalu ditelan. Beri makanan dalam suapan kecil, sajikan menu bervariasi, dengan penyajian menarik dan menggugah selera. Tak kalang penting, hindari makanan dengan rasa dan bau menyengat yang dapat memicu rasa mual.
2. Menolak makan
Beberapa anak menolak makan karena diduga sebelumnya mengalami kejadian trauma yang terkait dengan rasa, tekstur, bau atau penampilan makanan. Dalam hal ini, anak memiliki sensitivitas berlebihan terhadap rasa dan aroma makanan.
Adapun penanganan yang bisa dilakukan diantaranya member contoh kebiasaan makan sehat. Kemudian, ciptakan waktu makan tanpa ada gangguan misalnya mematikan teve. Selanjutnya berikan variasi makanan untuk menambah wawasan dan memberi pilihan berbagai makanan baru.
Yang jelas, pastikan anak mendapat asupan zat gizi dan kalori harian yang cukup. Untuk anak, beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Hindari terlalu banyak minuman manis karena menurunkan nafsu makan. Sediakan makanan yang menggugah selera dengan tampilan yang menarik.
3. Pilih-pilih makanan
Pemilih makanan atau picky eater yaitu kebiasaan hanya mau makan itu-itu saja. Hal ini terjadi karena anak sedang belajar mengunyah, sedang sakit, sedang mengembangkan selera makan, atau karena menu yang disajikan kurang variatif dan tak menggugah selera.
Sebagai solusi, coba kenalkan kenalkan jenis makan variatif pada anak sesuai tahap keterampilan makan. Tak perlu memaksa atau menghukum bila ia menolak makan. Sajikan makanan dengan menarik, menggugah selera, dengan peralatan makan dan minum yang lucu serta hiasan makanan. Manfaat waktu makan bersama untuk menjelaskan manfaat aneka jenis makanan bagi tubuh. Terakhir, ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
4. Alergi makanan
Ada beberapa penyebab alergi makanan di antaranya karena sistem pencernaan belum matang. Pada sistem pencernaan yang matang, terdapat selaput usus dan gerak peristaltik usus yang berfungsi melindungi dan menghalangi alergen masuk tubuh. Pada sistem pencernaan belum matang sistem pelindung itu belum berfungsi.
Beberapa gangguan kesehatan sering dikaitkan dengan alergi, misal penyakit asma, daya tahan tubuh menurun dan faktor psikologis. Alergi juga bisa dipengaruhi factor genetik.
Untuk penanganannya, cari faktor penyebab melalui tes alergi, misal tes kulit. Hindari makanan allergen atau pemicu alergi. Bila alergi disebabkan faktor keturunan, rujuk pada jenis makanan yagn dihindari orangtua. Ciptakan suasana makan menyenangkan, riset membuktikan, hati gembira meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Selain hal di atas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah selalu memantau berat badan (BB) secara teratur. Hal ini diperlukan karena berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Bahkan pada anak bayi dan balita, indikator BB/U (berat badan menurut umur) menandakan status gizi di masa sekarang.
Sumber : Kompas Health
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Monday, November 4, 2013
Kenakalan Remaja Cermin Orangtua "Nakal" ?
Sahabat, karakter remaja merupakan cerminan pola pengasuhan yang diperoleh dari lingkungan, terutama orangtua. Bila orangtua tidak mengasuh dengan benar, maka remaja dipastikan memiliki pribadi yang buruk. Namun sebaliknya, remaja dengan orangtua yang baik akan mengembangkan kepribadian positif dalam menghadapi masa labilnya.
Hal ini nyata terlihat pada kasus video asusila pelajar SMP yang menggegerkan masyarakat baru-baru ini. Orangtua diduga tidak memberi contoh teladan bagi anak, hingga akhirnya anak terekspos hal negatif di lingkungannya.
"Tak bisa dipungkiri orangtua berperan besar dalam peristiwa ini. Orangtua anak tersebut mungkin 'nakal' dan tidak memberi hak anak terkait masalah seksual," kata dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM-UI), dr Rita Damayanti SPsi, MSPH.
Terkait hak anak, Rita berpendapat, mungkin orangtua pelaku masih beranggapan seks adalah sesuatu yang tabu. Hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian anak sekarang yang kerap bertanya dengan awalan kenapa. Pertanyaan sebab akibat tersebut kebanyakan berbuah keingintahuan lain. Bila tidak memperoleh jawaban meyakinkan, maka anak akan menjadi sangat penasaran dan berusaha memenuhi keingintahuannya.
Bentakan atau omelan, kata Rita, hanya meredam sementara keingintahuan anak. Bila efeknya sudah hilang, maka segala pelarangan tidak lagi memiliki pengaruh. Pengekangan justru memancing rasa penasaran yang menuntut agar hal itu segera terpenuhi. Akibatnya anak segera mendatangi sumber informasi terdekat dan termudah, yang tentunya bukan orangtua. Padahal sumber tersebut tidak memiliki info akurat.
Menghadapi kondisi ini, Rita menyarankan agar orangtua segera mengubah pola pikir yang meyakini seks adalah tabu. Hal ini didukung survei yang mengatakan, 50-60 persen remaja tidak mengetahui, sekali berhubungan seksual bisa menyebabkan kehamilan.
"Anak kita sudah telanjur terekspos hal yang tidak terjadi di zaman sebelumnya. Yang bisa dilakukan sekarang adalah bagaimana supaya informasi tersebut tidak membuat remaja salah mengambil tindakan," ujarnya.
Orangtua, ujar Rita, harus menjadi pembimbing yang baik. Pembimbing di sini tidak sebatas melarang, tetapi menjelaskan sebab tidak boleh melakukan sesuatu. Selanjutnya, sedapat mungkin orangtua harus masuk ke lingkungan pergaulan anak. Dengan demikian, orangtua bisa mengetahui apa yang sedang tren dan apakah baik untuk perkembangan remaja.
Terkait pendidikan seks, Rita menyarankan agar orangtua bekerja sama dengan pihak sekolah. Pendidikan seks sebaiknya diberikan langsung oleh tenaga kesehatan yang tersedia. Penjelasan oleh dokter atau bidan dinilai lebih netral, dan menjawab keingintahuan remaja terkait seks dan reproduksi.
"Yang penting jangan asal melarang, yang hanya menimbulkan penentangan. Jelaskan tentang seks sebaik mungkin dan adakan pendekatan dengan remaja. Jangan sampai remaja berjalan tanpa bimbingan, di tengah kelabilan dan gejolak hormon yang sedang dilalui," kata Rita.
Sumber : Rosmha Widiyani ( Kompas Online )
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Hal ini nyata terlihat pada kasus video asusila pelajar SMP yang menggegerkan masyarakat baru-baru ini. Orangtua diduga tidak memberi contoh teladan bagi anak, hingga akhirnya anak terekspos hal negatif di lingkungannya.
"Tak bisa dipungkiri orangtua berperan besar dalam peristiwa ini. Orangtua anak tersebut mungkin 'nakal' dan tidak memberi hak anak terkait masalah seksual," kata dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM-UI), dr Rita Damayanti SPsi, MSPH.
Terkait hak anak, Rita berpendapat, mungkin orangtua pelaku masih beranggapan seks adalah sesuatu yang tabu. Hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian anak sekarang yang kerap bertanya dengan awalan kenapa. Pertanyaan sebab akibat tersebut kebanyakan berbuah keingintahuan lain. Bila tidak memperoleh jawaban meyakinkan, maka anak akan menjadi sangat penasaran dan berusaha memenuhi keingintahuannya.
Bentakan atau omelan, kata Rita, hanya meredam sementara keingintahuan anak. Bila efeknya sudah hilang, maka segala pelarangan tidak lagi memiliki pengaruh. Pengekangan justru memancing rasa penasaran yang menuntut agar hal itu segera terpenuhi. Akibatnya anak segera mendatangi sumber informasi terdekat dan termudah, yang tentunya bukan orangtua. Padahal sumber tersebut tidak memiliki info akurat.
Menghadapi kondisi ini, Rita menyarankan agar orangtua segera mengubah pola pikir yang meyakini seks adalah tabu. Hal ini didukung survei yang mengatakan, 50-60 persen remaja tidak mengetahui, sekali berhubungan seksual bisa menyebabkan kehamilan.
"Anak kita sudah telanjur terekspos hal yang tidak terjadi di zaman sebelumnya. Yang bisa dilakukan sekarang adalah bagaimana supaya informasi tersebut tidak membuat remaja salah mengambil tindakan," ujarnya.
Orangtua, ujar Rita, harus menjadi pembimbing yang baik. Pembimbing di sini tidak sebatas melarang, tetapi menjelaskan sebab tidak boleh melakukan sesuatu. Selanjutnya, sedapat mungkin orangtua harus masuk ke lingkungan pergaulan anak. Dengan demikian, orangtua bisa mengetahui apa yang sedang tren dan apakah baik untuk perkembangan remaja.
Terkait pendidikan seks, Rita menyarankan agar orangtua bekerja sama dengan pihak sekolah. Pendidikan seks sebaiknya diberikan langsung oleh tenaga kesehatan yang tersedia. Penjelasan oleh dokter atau bidan dinilai lebih netral, dan menjawab keingintahuan remaja terkait seks dan reproduksi.
"Yang penting jangan asal melarang, yang hanya menimbulkan penentangan. Jelaskan tentang seks sebaik mungkin dan adakan pendekatan dengan remaja. Jangan sampai remaja berjalan tanpa bimbingan, di tengah kelabilan dan gejolak hormon yang sedang dilalui," kata Rita.
Sumber : Rosmha Widiyani ( Kompas Online )
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Tuesday, October 29, 2013
Gimana Terapkan Seks Edukasi Pada Anak ?
Sahabat, umumnya masyarakat sudah mengetahui pentingnya pendidikan seks sejak usia dini. Namun kesadaran ini berbenturan dengan kebingungan bagaimana menerapkan pendidikan seks yang tepat. Apalagi norma dan kebiasaan yang berlaku masih menganggap seks sebagai sesuatu yang tabu.
Psikolog Vera Itabiliana Hadiwijojo berpendapat, pendidikan seks tidaklah melulu sesuatu yang sulit. Menurutnya, yang pertama harus dilakukan para orang tua adalah perubahan pola pikir.
Dengan menganggap seks bukan sesuatu yang tabu, diharapkan orangtua bisa lebih nyaman menyampaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut. Selanjutnya orangtua bisa lebih kreatif menyampaikan hal yang berkaitan dengan seks, dengan kata yang sederhana dan mudah dipahami.
"Adalah wajar bila anak bertanya atau mencari tahu tentang seks, apalagi di masa pubertas. Namun menjadi aneh jika anak tidak mendapat pengarahan yang benar sehingga terjadi seperti dalam video porno yang dilakukan siswa SMP," ujarnya.
Pengarahan yang benar, baik dari orangtua maupun sekolah, memungkinkan anak mendapat informasi yang benar terkait hubungan seksual. Pengarahan ini menjadi filter dari berbagai info tidak benar, baik yang banyak beredar di internet maupun teman sebaya.
Hal senada dikatakan pemerhati anak, Seto Mulyadi. Ia menjelaskan beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan tentang seksualitas. Berikut 4 poin di antaranya :
1. Harus dilakukan orang terdekat
"Dalam hal ini, orangtua menjadi tombak utama. Anak laki-laki diajari ayah, sedangkan anak perempuan mendapat informasi dari ibu," kata Seto.
Dalam prosesnya, orangtua harus komunikatif, rendah hati, dan mau mendengarkan. Orangtua dengan tiga kriteria tersebut akan membuat anak nyaman bertanya dan mendengarkan saran atau jawaban yang diberikan.
2. Disesuaikan dengan daya tangkap anak
“Setiap anak memiliki daya tangkap berbeda. Namun bagaimanapun daya tangkap anak, pastikan dia memperoleh informasi yang maksimal,” ujar Seto. Pendidikan seks untuk usia TK, tentu berbeda dengan SD dan SMP.
Untuk usia TK, kata Seto, pastikan anak mengetahui perbedaan jenis kelamin antara dia dan teman yang lain. Selanjutnya anak juga harus mengetahui perbedaan organ kelamin yang dimiliki, antara laki-laki dan perempuan.
Pada tahap ini anak juga harus tahu bagaimana membersihkan dan merawat alat kelamin. Misalnya membersihkan kelamin usai buang air kecil dan rutin mengganti pakaian dalam.
Beranjak usia sekolah dasar, pengetahuan anak tentang seks harus makin bertambah. Pada usia ini anak harus tahu, tidak boleh sembarang orang meraba atau memegang alat kelamin miliknya. Bila perlu pengetahuan ini diberikan pada usia TK, sehingga anak terhindar dari tindak pencabulan dini yang makin kerap terjadi.
Di tahap pra pubertas ini, anak juga harus mengetahui fungsi alat kelaminnya. Dengan pengetahuan ini diharapkan anak tidak sembarangan menggunakan alat kelamin tersebut. Tindak ini akan menjaga kesehatan reproduksi dan mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan, misalnya kehamilan dini, saat anak memasuki masa pubertas.
3. Pemantauan terus menerus
“Orangtua harus mengetahui kapan anaknya mengalami mimpi basah atau menstruasi pertama kali. Saat itu pastikan orangtua ada di sisi anak dan siap menghadapi berbagai pertanyaan yang diajukan,” tandas Seto.
Saat anak mengalami menstruasi atau mimpi basah, orangtua harus menjadi sahabat yang baik. Dengan menjadi sahabat, orangtua lebih mudah mengingatkan kembali fungsi alat kelamin dan tidak menggunakannya sembarangan.
4. Segamblang mungkin
Seks sebaiknya dijelaskan segamblang mungkin pada anak. Dengan penjelasan yang benar dan menyeluruh, anak tidak akan berimajinasi atau memiliki sudut pandang sendiri. Penjelasan yang tidak utuh justru akan memancing rasa penasaran anak.
Untuk memulai suatu penjelasan, Vera menyarankan orangtua memancing rasa ingin tahu anak. Selanjutnya penjelasan bisa dimulai dari titik yang dipahami anak.
“Ingat anak sekarang memiliki akses informasi yang lebih luas. Sering terjadi apa yang kita kira mereka tidak tahu, ternyata mereka mengetahuinya dengan lebih jelas termasuk untuk seks. Bila anak sudah mengetahui sampai tahap sperma dan ovum maka jangan ragu menjelaskan, tentunya dengan bahasa yang mudah dimengerti,” kata Vera.
Mudah-mudahan bermanfaat buat semua.
Sumber : Rosmha Widiyani (Kompas Online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Psikolog Vera Itabiliana Hadiwijojo berpendapat, pendidikan seks tidaklah melulu sesuatu yang sulit. Menurutnya, yang pertama harus dilakukan para orang tua adalah perubahan pola pikir.
Dengan menganggap seks bukan sesuatu yang tabu, diharapkan orangtua bisa lebih nyaman menyampaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut. Selanjutnya orangtua bisa lebih kreatif menyampaikan hal yang berkaitan dengan seks, dengan kata yang sederhana dan mudah dipahami.
"Adalah wajar bila anak bertanya atau mencari tahu tentang seks, apalagi di masa pubertas. Namun menjadi aneh jika anak tidak mendapat pengarahan yang benar sehingga terjadi seperti dalam video porno yang dilakukan siswa SMP," ujarnya.
Pengarahan yang benar, baik dari orangtua maupun sekolah, memungkinkan anak mendapat informasi yang benar terkait hubungan seksual. Pengarahan ini menjadi filter dari berbagai info tidak benar, baik yang banyak beredar di internet maupun teman sebaya.
Hal senada dikatakan pemerhati anak, Seto Mulyadi. Ia menjelaskan beberapa poin penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan tentang seksualitas. Berikut 4 poin di antaranya :
1. Harus dilakukan orang terdekat
"Dalam hal ini, orangtua menjadi tombak utama. Anak laki-laki diajari ayah, sedangkan anak perempuan mendapat informasi dari ibu," kata Seto.
Dalam prosesnya, orangtua harus komunikatif, rendah hati, dan mau mendengarkan. Orangtua dengan tiga kriteria tersebut akan membuat anak nyaman bertanya dan mendengarkan saran atau jawaban yang diberikan.
2. Disesuaikan dengan daya tangkap anak
“Setiap anak memiliki daya tangkap berbeda. Namun bagaimanapun daya tangkap anak, pastikan dia memperoleh informasi yang maksimal,” ujar Seto. Pendidikan seks untuk usia TK, tentu berbeda dengan SD dan SMP.
Untuk usia TK, kata Seto, pastikan anak mengetahui perbedaan jenis kelamin antara dia dan teman yang lain. Selanjutnya anak juga harus mengetahui perbedaan organ kelamin yang dimiliki, antara laki-laki dan perempuan.
Pada tahap ini anak juga harus tahu bagaimana membersihkan dan merawat alat kelamin. Misalnya membersihkan kelamin usai buang air kecil dan rutin mengganti pakaian dalam.
Beranjak usia sekolah dasar, pengetahuan anak tentang seks harus makin bertambah. Pada usia ini anak harus tahu, tidak boleh sembarang orang meraba atau memegang alat kelamin miliknya. Bila perlu pengetahuan ini diberikan pada usia TK, sehingga anak terhindar dari tindak pencabulan dini yang makin kerap terjadi.
Di tahap pra pubertas ini, anak juga harus mengetahui fungsi alat kelaminnya. Dengan pengetahuan ini diharapkan anak tidak sembarangan menggunakan alat kelamin tersebut. Tindak ini akan menjaga kesehatan reproduksi dan mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan, misalnya kehamilan dini, saat anak memasuki masa pubertas.
3. Pemantauan terus menerus
“Orangtua harus mengetahui kapan anaknya mengalami mimpi basah atau menstruasi pertama kali. Saat itu pastikan orangtua ada di sisi anak dan siap menghadapi berbagai pertanyaan yang diajukan,” tandas Seto.
Saat anak mengalami menstruasi atau mimpi basah, orangtua harus menjadi sahabat yang baik. Dengan menjadi sahabat, orangtua lebih mudah mengingatkan kembali fungsi alat kelamin dan tidak menggunakannya sembarangan.
4. Segamblang mungkin
Seks sebaiknya dijelaskan segamblang mungkin pada anak. Dengan penjelasan yang benar dan menyeluruh, anak tidak akan berimajinasi atau memiliki sudut pandang sendiri. Penjelasan yang tidak utuh justru akan memancing rasa penasaran anak.
Untuk memulai suatu penjelasan, Vera menyarankan orangtua memancing rasa ingin tahu anak. Selanjutnya penjelasan bisa dimulai dari titik yang dipahami anak.
“Ingat anak sekarang memiliki akses informasi yang lebih luas. Sering terjadi apa yang kita kira mereka tidak tahu, ternyata mereka mengetahuinya dengan lebih jelas termasuk untuk seks. Bila anak sudah mengetahui sampai tahap sperma dan ovum maka jangan ragu menjelaskan, tentunya dengan bahasa yang mudah dimengerti,” kata Vera.
Mudah-mudahan bermanfaat buat semua.
Sumber : Rosmha Widiyani (Kompas Online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Monday, October 28, 2013
Kunci Bahagia Hidup Berumah Tangga
Sahabat, lazimnya ibadah lainnya, nikah juga membutuhkan keteguhan dan ketulusan niat. Ragam persoalan yang dihadapi pasangan suami istri, sebagian besar bermuara pada ketidakjelasan niat. Nikah bukan sekadar mendongkrak rezeki atau sebatas mempertemukan dua sejoli dalam ikatan suci.
Melainkan, niat menikah mesti dilandasi ketulusan. “Beribadah kepada Allah SWT,” kata pakar sekaligus konsultan keluarga Ustaz Mohammad Fauzil Adhim. Berikut petikan lengkap wawancara wartawan Republika, Erdy Nasrul, dengan penulis buku-buku keluarga tersebut:
Apa bekal penting untuk menikah?Kalau kembali kepada dasar agama seharusnya orang mau menikah harus menguasai ilmu tentang pernikahan. Kedua pihak, baik calon suami maupun calon istri harus bisa saling memahami. Lebih dari itu, mereka harus mengerti bagaimana Islam memandang pernikahan.
Niat seperti apa yang diajarkan sebelum nikah?Saya dapati dari orang-orang yang konsultasi kepada saya sebagian besar bermasalah karena niat. Niatnya tidak beres ketika menikah. Menikah bukan sekadar meningkatkan rizki. Ini bukan hanya untuk berhubungan suami istri. Melainkan, lebih dari itu. Menikah adalah beribadah kepada Allah. Ketika menikah, kita menjalani syariat Allah. Ini kemuliaan karena sarat dengan dimensi spiritual.
Apa urgensi “persiapan” fisik dan mental sebelum menikah?Paling pokok yang harus disiapkan adalah ilmu dan niat. Saya perhatikan banyak tawaran berbagai persiapan. Itu kok bikin tambah takut. Bayangkan, ada saja hal-hal yang menyelimuti inti pernikahan yang dianggap harus dilakukan, padahal belum tentu. Belum lagi beban biaya yang tidak sedikit. Inti dari pernikahan adalah ibadah, tidak harus mengeluarkan biaya yang banyak.
Harus diingat, niat terkait tujuan apa yang ingin dicapai dan diperjuangkan. Dan, ilmu mencapai pernikahan harus didalami. Bahwa, laki-laki harus menggauli istrinya dengan kebaikan, sudah ada dalam ilmu Islam. Ada kewajiban lain terkait agama lain, seperti perkataan yang baik. Ini menyangkut etika yang perlu pelajari.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Endah Hapsari (Republika online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Melainkan, niat menikah mesti dilandasi ketulusan. “Beribadah kepada Allah SWT,” kata pakar sekaligus konsultan keluarga Ustaz Mohammad Fauzil Adhim. Berikut petikan lengkap wawancara wartawan Republika, Erdy Nasrul, dengan penulis buku-buku keluarga tersebut:
Apa bekal penting untuk menikah?Kalau kembali kepada dasar agama seharusnya orang mau menikah harus menguasai ilmu tentang pernikahan. Kedua pihak, baik calon suami maupun calon istri harus bisa saling memahami. Lebih dari itu, mereka harus mengerti bagaimana Islam memandang pernikahan.
Niat seperti apa yang diajarkan sebelum nikah?Saya dapati dari orang-orang yang konsultasi kepada saya sebagian besar bermasalah karena niat. Niatnya tidak beres ketika menikah. Menikah bukan sekadar meningkatkan rizki. Ini bukan hanya untuk berhubungan suami istri. Melainkan, lebih dari itu. Menikah adalah beribadah kepada Allah. Ketika menikah, kita menjalani syariat Allah. Ini kemuliaan karena sarat dengan dimensi spiritual.
Apa urgensi “persiapan” fisik dan mental sebelum menikah?Paling pokok yang harus disiapkan adalah ilmu dan niat. Saya perhatikan banyak tawaran berbagai persiapan. Itu kok bikin tambah takut. Bayangkan, ada saja hal-hal yang menyelimuti inti pernikahan yang dianggap harus dilakukan, padahal belum tentu. Belum lagi beban biaya yang tidak sedikit. Inti dari pernikahan adalah ibadah, tidak harus mengeluarkan biaya yang banyak.
Harus diingat, niat terkait tujuan apa yang ingin dicapai dan diperjuangkan. Dan, ilmu mencapai pernikahan harus didalami. Bahwa, laki-laki harus menggauli istrinya dengan kebaikan, sudah ada dalam ilmu Islam. Ada kewajiban lain terkait agama lain, seperti perkataan yang baik. Ini menyangkut etika yang perlu pelajari.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Endah Hapsari (Republika online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Monday, October 21, 2013
Jujur Bukan Kepribadian Permanen, Harus di Perjuangkan
Sahabat, jujur merupakan kepribadian terpuji yang memungkinkan pelakunya dihormati. Sayangnya, menerapkan jujur tidak semudah yang dipikirkan. Beberapa kondisi seolah "menggiring" seseorang untuk berbohong.
Kondisi ini didukung oleh lingkungan yang seperti mengizinkan seseorang untuk berbohong. Bahkan, lingkungan seperti sudah memaklumi apabila ditemukan kebohongan.
"Jujur adalah sebuah kepribadian, tapi tidak permanen. Kepribadian sendiri dipengaruhi pembawaan dan karakter," ujar psikolog Roslina Verauli beberapa waktu lalu di Jakarta.
Pembawaan, kata Roslina, akan menjadi temperamen yang cenderung melekat. Adapun karakter pembentukannya sangat bergantung pada lingkungan tempat seseorang tumbuh. Salah satu karakter adalah jujur. Dengan sifat kepribadian yang cenderung labil, jujur harus ditanamkan sedini mungkin.
Roslina menyarankan orangtua dan lingkungan membiasakan bertindak serta berkata jujur saat anak mulai membuka mata. Hasil paparan tindakan dan perkataan jujur bisa dilihat saat anak berusia 2 tahun.
"Saat usia 2-3 tahun anak mulai bisa bermanipulasi. Mereka mulai bisa berbohong untuk memperoleh apa yang diinginkan," kata Roslina.
Anak yang terbiasa melihat dan mendengar kejujuran bisa membentengi diri dari kebohongan yang ingin dilakukan. Pemberian contoh ini harus dilakukan terus-menerus bersama seluruh komponen keluarga.
Apabila perlu, diadakan sanksi bagi anggota keluarga yang memberi contoh kebohongan. Selain pemberian contoh, lingkungan juga harus memberi suasana senyaman mungkin sehingga anak bisa berkata dan berlaku jujur.
Roslina menyarankan orangtua tidak memarahi anaknya jika anak ketahuan berbohong, atau hendak berlaku jujur.
"Jangan dimarahi. Lebih baik diajak duduk bersama, dielus, dan dibuat tenang. Jangan bikin anak tidak nyaman dengan ancaman, omelan, atau pukulan," kata Roslina.
Ancaman justru akan membuat anak enggan mengeluarkan kejujuran yang dipendam. Selain menghambat kejujuran, ancaman juga memunculkan dendam yang tidak baik bagi perkembangan emosi anak.
Sumber : Rosmha Widiyani (Kompas Online)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Sunday, October 20, 2013
Bermain Kotoran Menyehatkan Anak ?
Sahabat, rasa ingin tahu yang besar membuat balita gemar menyentuh berbagai hal, termasuk apa yang orang dewasa anggap kotor. Sebenarnya, sejauh apa anak boleh dibiarkan bermain kotor-kotoran?
Berbagai penelitian membuktikan, membiarkan balita terpapar kuman justru bisa melindungi mereka dari penyakit alergi dan asma di kemudian hari. Dasar pemikiran tersebut disebut juga dengan "hipotesa higienis".
Menurut hipotesa higienis, anak yang sejak kecil jarang terpapar bakteri, parasit, atau virus, saat dewasa mereka lebih rentan terkena alergi, asma, dan penyakit autoimun.
Fakta lain juga menyebutkan anak-anak yang memiliki saudara, besar di lingkungan pertanian, serta berada di tempat penitipan anak (day care) sejak dini, lebih jarang terkena alergi.
Seperti halnya otak bayi yang butuh stimulasi, masukan, dan interaksi agar tumbuh kembangnya sempurna, sistem kekebalan tubuh anak juga akan menjadi kuat oleh paparan kuman setiap hari sehingga si tentara imun bisa belajar, beradaptasi, dan membuat pengaturan sendiri.
Mengenai kuman apa yang bisa bermanfaat untuk sistem kekebalan tubuh si kecil, memang belum jelas, tetapi penelitian terbaru memberikan petunjuk.
Dalam penelitian yang dilakukan Thom McDade PhD, direktur laboratorium Human Biology Research di Universitas Northwestern, anak-anak yang terpapar kotoran hewan dan menderita diare sebelum berusia dua tahun, memiliki insiden inflamasi di tubuh lebih sedikit saat mereka dewasa.
Inflamasi sendiri dikaitkan dengan penyakit kronik seperti penyakit jantung, diabetes, dan Alzheimer.
"Pemahamannya sudah bergeser dari sistem imun yang terkait dengan alergi dan penyakit autoimun, tetapi juga perannya yang penting dalam inflamasi dan penyakit degeneratif lainnya," kata McDade.
Senada dengan McDade, menurut Martin Blaser, prosefor penyakit dalam dari Universitas New York, kebanyakan kuman yang ada di sekitar atau pun yang hidup dalam tubuh kita bukan cuma tak berbahaya tapi juga sudah bersama kita sejak jutaan tahun.
Namun seiring dengan perubahan perilaku manusia, beberapa jenis mikroba, seperti yang tinggal di dalam usus, menjadi berkurang bahkan hilang. "Hilangnya mikroba itu memberi akibat, ada yang baik ada yang buruk," kata Blaser.
Ketakutan para orangtua yang diwujudkan dengan menjaga lingkungan anak sehigienis mungkin menurut Blaser akan menghilangkan kesempatan mereka terpapar mikroorganisme alami yang sebenarnya baik untuk sistem imun. Ditambah lagi dengan penggunaan antibiotik, yang malah membuat kita lebih lemah.
Lantas, apa yang perlu dilakukan orangtua? Blaser merekomendasikan agar orangtua dan dokter lebih bijaksana dalam memberikan antibiotik pada anak. Penggunaan yang berlebihan justru akan melemahkan kekebalan tubuh anak melawan penyakit.
Menjaga kebersihan memang penting, tetapi McDade menyarankan agar orangtua tidak terobsesi pada kebersihan. "Tidak semua hal perlu dicuci atau disterilkan," katanya.
Sumber : Lusia Kus Anna (Kompas health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Berbagai penelitian membuktikan, membiarkan balita terpapar kuman justru bisa melindungi mereka dari penyakit alergi dan asma di kemudian hari. Dasar pemikiran tersebut disebut juga dengan "hipotesa higienis".
Menurut hipotesa higienis, anak yang sejak kecil jarang terpapar bakteri, parasit, atau virus, saat dewasa mereka lebih rentan terkena alergi, asma, dan penyakit autoimun.
Fakta lain juga menyebutkan anak-anak yang memiliki saudara, besar di lingkungan pertanian, serta berada di tempat penitipan anak (day care) sejak dini, lebih jarang terkena alergi.
Seperti halnya otak bayi yang butuh stimulasi, masukan, dan interaksi agar tumbuh kembangnya sempurna, sistem kekebalan tubuh anak juga akan menjadi kuat oleh paparan kuman setiap hari sehingga si tentara imun bisa belajar, beradaptasi, dan membuat pengaturan sendiri.
Mengenai kuman apa yang bisa bermanfaat untuk sistem kekebalan tubuh si kecil, memang belum jelas, tetapi penelitian terbaru memberikan petunjuk.
Dalam penelitian yang dilakukan Thom McDade PhD, direktur laboratorium Human Biology Research di Universitas Northwestern, anak-anak yang terpapar kotoran hewan dan menderita diare sebelum berusia dua tahun, memiliki insiden inflamasi di tubuh lebih sedikit saat mereka dewasa.
Inflamasi sendiri dikaitkan dengan penyakit kronik seperti penyakit jantung, diabetes, dan Alzheimer.
"Pemahamannya sudah bergeser dari sistem imun yang terkait dengan alergi dan penyakit autoimun, tetapi juga perannya yang penting dalam inflamasi dan penyakit degeneratif lainnya," kata McDade.
Senada dengan McDade, menurut Martin Blaser, prosefor penyakit dalam dari Universitas New York, kebanyakan kuman yang ada di sekitar atau pun yang hidup dalam tubuh kita bukan cuma tak berbahaya tapi juga sudah bersama kita sejak jutaan tahun.
Namun seiring dengan perubahan perilaku manusia, beberapa jenis mikroba, seperti yang tinggal di dalam usus, menjadi berkurang bahkan hilang. "Hilangnya mikroba itu memberi akibat, ada yang baik ada yang buruk," kata Blaser.
Ketakutan para orangtua yang diwujudkan dengan menjaga lingkungan anak sehigienis mungkin menurut Blaser akan menghilangkan kesempatan mereka terpapar mikroorganisme alami yang sebenarnya baik untuk sistem imun. Ditambah lagi dengan penggunaan antibiotik, yang malah membuat kita lebih lemah.
Lantas, apa yang perlu dilakukan orangtua? Blaser merekomendasikan agar orangtua dan dokter lebih bijaksana dalam memberikan antibiotik pada anak. Penggunaan yang berlebihan justru akan melemahkan kekebalan tubuh anak melawan penyakit.
Menjaga kebersihan memang penting, tetapi McDade menyarankan agar orangtua tidak terobsesi pada kebersihan. "Tidak semua hal perlu dicuci atau disterilkan," katanya.
Sumber : Lusia Kus Anna (Kompas health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Tanpa Bermain,Anak Kehilangan Momen Belajar
Sahabat, orangtua memiliki tugas menyediakan lingkungan belajar untuk anak, dan mendampinginya, tak terkecuali untuk anak balita. Jangan bayangkan anak balita belajar membaca, menulis, menghitung.
Momen belajar balita adalah untuk optimalisasi kognitif, psikomotorik, dan sosial emosi. Caranya, fasilitasi anak untuk berinteraksi dengan beragam permainan fisik, baik bermain sendiri maupun bersama anak lain seusianya.
Menurut psikolog dari Rumah Sakit Ibu Anak Brawijaya, Rika Ermasari, S.Psi, Ct, CHt, anak akan kehilangan momen belajar jika tidak mendapatkan fasilitas dan pendampingan berbagai permainan fisik.
Pola ‘belajar’ yang diterapkan oleh orang tua sebagai lingkungan pertama bagi anak akan berpengaruh pada perkembangan anak ditahap selanjutnya. Sebagai contoh, Anna berusia 4,5 tahun mengalami kesulitan dalam memasukkan sendok ke mulutnya, padahal di sekolahnya diharuskan membawa makanan dan ada kegiatan makan bersama teman-temannya.
Anna menjadi enggan ke sekolah karena sering diejek temannya. Atau Adya (3 tahun) mengalami kesulitan dalam bermain bersama temannya setiap kali dibawa ke tempat bermain selalu berakhir dengan pertengkaran dengan temannya. Akibatnya Adya tidak punya teman dan kehilangan antusias untuk bermain bersama. Masalah yang dialami Anna dan Adya ini bisa dihindari dengan pendampingan tepat orangtua pada anak balita lewat kegiatan bermain.
"Bermain punya peran penting. Anak berbagi rasa. Lewat permainan juga akan muncul rasa berbagi dan sosial. Anak-anak juga suka ekspresi wajah, dan ini bisa didapatkan dari bermain termasuk bersama kedua orangtuanya. Anak usia 12-24 bulan juga bisa marah, dan ia belajar sosial emosi saat bermain," terangnya saat talkshow kesehatan anak di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan bermain punya banyak manfaat di antaranya:
* Membantu mengerti tentang lingkungan sekitar.
* Mendorong anak untuk belajar memecahkan masalah.
* Membantu anak mengembangkan kreativitas.
* Mengembangkan kemampuan sosialisasi dan komunikasi pada anak.
* Meningkatkan kesehatan tubuh.
Bermain juga ada tahapannya sesuai usia. Pada usia 1-2 tahun, anak menjalani tahapan Functional Play, yaitu anak belajar menggunakan benda sesuai kegunaan. Misalnya menggunakan spons untuk membersihkan meja.
Sementara pada usia 2-3 tahun, anak menjalani Constructive Play, yakni anak mulai membuat sesuatu yang kreatif. Misal menggunakan bantal guling sebagai terowongan atau membangun boks menjadi rumah.
Serta pada usia 3-4 tahun, anak mulai melakukan Dramatic Play atau Cooperative Play yaitu pada saat bermain bersama anak lain. Anak mulai bermain peran sebagai dokter, perawat, juru masak, dan sebagainya termasuk bermain bersama dengan teman sebayanya.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Wardah Fazriyati (Kompas Health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Momen belajar balita adalah untuk optimalisasi kognitif, psikomotorik, dan sosial emosi. Caranya, fasilitasi anak untuk berinteraksi dengan beragam permainan fisik, baik bermain sendiri maupun bersama anak lain seusianya.
Menurut psikolog dari Rumah Sakit Ibu Anak Brawijaya, Rika Ermasari, S.Psi, Ct, CHt, anak akan kehilangan momen belajar jika tidak mendapatkan fasilitas dan pendampingan berbagai permainan fisik.
Pola ‘belajar’ yang diterapkan oleh orang tua sebagai lingkungan pertama bagi anak akan berpengaruh pada perkembangan anak ditahap selanjutnya. Sebagai contoh, Anna berusia 4,5 tahun mengalami kesulitan dalam memasukkan sendok ke mulutnya, padahal di sekolahnya diharuskan membawa makanan dan ada kegiatan makan bersama teman-temannya.
Anna menjadi enggan ke sekolah karena sering diejek temannya. Atau Adya (3 tahun) mengalami kesulitan dalam bermain bersama temannya setiap kali dibawa ke tempat bermain selalu berakhir dengan pertengkaran dengan temannya. Akibatnya Adya tidak punya teman dan kehilangan antusias untuk bermain bersama. Masalah yang dialami Anna dan Adya ini bisa dihindari dengan pendampingan tepat orangtua pada anak balita lewat kegiatan bermain.
"Bermain punya peran penting. Anak berbagi rasa. Lewat permainan juga akan muncul rasa berbagi dan sosial. Anak-anak juga suka ekspresi wajah, dan ini bisa didapatkan dari bermain termasuk bersama kedua orangtuanya. Anak usia 12-24 bulan juga bisa marah, dan ia belajar sosial emosi saat bermain," terangnya saat talkshow kesehatan anak di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan bermain punya banyak manfaat di antaranya:
* Membantu mengerti tentang lingkungan sekitar.
* Mendorong anak untuk belajar memecahkan masalah.
* Membantu anak mengembangkan kreativitas.
* Mengembangkan kemampuan sosialisasi dan komunikasi pada anak.
* Meningkatkan kesehatan tubuh.
Bermain juga ada tahapannya sesuai usia. Pada usia 1-2 tahun, anak menjalani tahapan Functional Play, yaitu anak belajar menggunakan benda sesuai kegunaan. Misalnya menggunakan spons untuk membersihkan meja.
Sementara pada usia 2-3 tahun, anak menjalani Constructive Play, yakni anak mulai membuat sesuatu yang kreatif. Misal menggunakan bantal guling sebagai terowongan atau membangun boks menjadi rumah.
Serta pada usia 3-4 tahun, anak mulai melakukan Dramatic Play atau Cooperative Play yaitu pada saat bermain bersama anak lain. Anak mulai bermain peran sebagai dokter, perawat, juru masak, dan sebagainya termasuk bermain bersama dengan teman sebayanya.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Wardah Fazriyati (Kompas Health)
Stay cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Saturday, October 12, 2013
Fakta Ilmiah Bayi Bisa Mendengar
Sahabat, Terbukti dari seluruh indera yang Allah Swt berikan kepada manusia, pendengaran adalah indera yang paling pertama dan terakhir AKTIF. Saat manusia masih dalam bentuk janin di rahim ibunda, ia sudah dapat mendengar dunia luar. Pendengaran pun adalah indera terakhir yang berfungsi saat manusia SEKARAT menjelang ajal. Sebab itu kita diperintahkan TALQIN.
Kaum Yahudi, menebarkan virus kepada ibu HAMIL untuk memperdengarkan musik untuk janin yang dikandungnya. Dengan alasan bahwa ini akan merangsang pertumbuhan otak bayi. Belakangan dalam sebuah riset hal ini terbukti BOHONG adanya.
Beda dengan pengalaman yang Allah Swt beri untuk keluarga kami. Di rumah, kami memperdengarkan ayat ayat Al Quran untuk anak anak kami baik yang sudah terlahir atau masih dalam kandungan.
Dengan telaten istri saya membacakan ayat ayat Allah itu 5 kali dlm 3 WAKTU BENING; Subuh, Maghrib & Jelang tidur.
Alhamdulillah, meski belum bisa baca Al Quran. Anak kami sudah hafal 3 juz Al Quran hingga sekarang. Hal ini hanya mengandalkan INDERA PENDENGARAN mereka.
Rasulullah Saw tidak bisa baca-tulis, namun beliau Saw menerima wahyu mengandalkan indera pendengaran, meskipun tidak lagi pada usia anak anak.
Nah, mulai sekarang… Berlatihlah mendengar ayat ayat Allah Swt dengan suka cita dan hati yang ridha! Anda akan dapati bahwa sungguh ada kemudahan untuk menghafalnya bila Anda mau MENDENGAR.
“Sungguh PENDENGARAN, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. 17:36)
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Bobby Herwibowo (eramuslim.com)
Stay cool in : http://newmasgun.blogspot.com/
Kaum Yahudi, menebarkan virus kepada ibu HAMIL untuk memperdengarkan musik untuk janin yang dikandungnya. Dengan alasan bahwa ini akan merangsang pertumbuhan otak bayi. Belakangan dalam sebuah riset hal ini terbukti BOHONG adanya.
Beda dengan pengalaman yang Allah Swt beri untuk keluarga kami. Di rumah, kami memperdengarkan ayat ayat Al Quran untuk anak anak kami baik yang sudah terlahir atau masih dalam kandungan.
Dengan telaten istri saya membacakan ayat ayat Allah itu 5 kali dlm 3 WAKTU BENING; Subuh, Maghrib & Jelang tidur.
Alhamdulillah, meski belum bisa baca Al Quran. Anak kami sudah hafal 3 juz Al Quran hingga sekarang. Hal ini hanya mengandalkan INDERA PENDENGARAN mereka.
Rasulullah Saw tidak bisa baca-tulis, namun beliau Saw menerima wahyu mengandalkan indera pendengaran, meskipun tidak lagi pada usia anak anak.
Nah, mulai sekarang… Berlatihlah mendengar ayat ayat Allah Swt dengan suka cita dan hati yang ridha! Anda akan dapati bahwa sungguh ada kemudahan untuk menghafalnya bila Anda mau MENDENGAR.
“Sungguh PENDENGARAN, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawaban.” (QS. 17:36)
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sumber : Bobby Herwibowo (eramuslim.com)
Stay cool in : http://newmasgun.blogspot.com/
Tuesday, October 30, 2012
Perbaharui Hidupmu : Waktunya Cuci Otak
Sahabat, untuk sebagian besar dari kita, berpikir negatif mungkin sudah menjadi bagian dari diri. Ketika hal-hal tidak sesuai rencana, kita dengan mudah merasa depresi dan tidak bisa melihat sisi baik dari kejadian tersebut. Berpikiran negatif tidak membawa kemana-mana, kecuali membuat perasaan tambah buruk, yang lalu akan berakibat performa kita mengecewakan. Hal ini bisa menjadi lingkaran yang tidak berujung.
Jessica Padykula menyarankan sembilan teknik untuk mencegah dan mengatasi pikiran negatif yang adalah sebagai berikut:
1. Hidup di saat ini.
Memikirkan masa lalu atau masa depan adalah hal yang sering membuat kita cemas. Jarang sekali kita panik karena kejadian masa sekarang. Jika Anda menemukan pikiran anda terkukung dalam apa yang telah terjadi atau apa yang belum terjadi, ingatlah bahwa hanya masa kini yang dapat kita kontrol.
2. Katakan hal positif pada diri sendiri
Katakan pada diri Anda bahwa Anda kuat, Anda mampu. Ucapkan hal tersebut terus-menerus, kapanpun. Terutama, mulailah hari dengan mengatakan hal positif tentang diri sendiri dan hari itu, tidak peduli jika hari itu Anda harus mengambil keputusan sulit ataupun Anda tidak mempercayai apa yang telah Anda katakan pada diri sendiri.
3. Percaya pada kekuatan pikiran positif
Jika Anda berpikir positif, hal-hal positif akan datang dan kesulitan-kesulitan akan terasa lebih ringan. Sebaliknya, jika Anda berpikiran negatif, hal-hal negatif akan menimpa Anda. Hal ini adalah hukum universal, seperti layaknya hukum gravitasi atau pertukaran energi. Tidak akan mudah untuk mengubah pola pikir Anda, namun usahanya sebanding dengan hasil yang bisa Anda petik.
4. Jangan berdiam diri.
Telusuri apa yang membuat Anda berpikiran negatif, perbaiki, dan kembali maju. Jika hal tersebut tidak bisa diperbaiki lagi, berhenti mengeluh dan menyesal karena hal itu hanya akan menghabiskan waktu dan energi Anda, juga membuat Anda merasa tambah buruk. Terimalah apa yang telah terjadi, petik hikmah/pelajaran dari hal tersebut, dan kembali maju.
5. Fokus pada hal-hal positif.
Ketika kita sedang sedang berpikiran negatif, seringkali kita lupa akan apa yang kita miliki dan lebih berfokus pada apa yang tidak kita miliki. Buatlah sebuah jurnal rasa syukur. Tidak masalah waktunya, tiap hari tulislah lima enam hal positif yang terjadi pada hari tersebut. Hal positif itu bisa berupa hal-hal besar ataupun sekadar hal-hal kecil seperti 'hari ini cerah' atau 'makan sore hari ini menakjubkan'. Selama Anda tetap konsisten melakukan kegiatan ini, hal ini mampu mengubah pemikiran negatif Anda menjadi suatu pemikiran positif. Dan ketika Anda mulai merasa berpikiran negatif, baca kembali jurnal tersebut.
6. Bergeraklah
Berolahraga melepaskan endorphin yang mampu membuat perasaaan Anda menjadi lebih baik. Apakah itu sekadar berjalan mengelelingi blok ataupun berlari sepuluh kilometer, aktifitas fisik akan membuat diri kita merasa lebih baik. Ketika Anda merasa down, aktifitas olahraga lima belas menit dapat membuat Anda merasa lebih baik.
7. Hadapi rasa takutmu
Perasaan negatif muncul dari rasa takut, makin takut Anda akan hidup, makin banyak pikiran negatif dalam diri Anda. Jika Anda takut akan sesuatu, lakukan sesuatu itu. Rasa takut adalah bagian dari hidup namun kita memiliki pilihan untuk tidak membiarkan rasa takut menghentikan kita.
8. Coba hal-hal baru
Mencoba hal-hal baru juga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Dengan mengatakan ya pada kehidupan Anda membuka lebih banyak kesempatan untuk bertumbuh. Jauhi pikiran 'ya, tapi...'. Pengalaman baru, kecil atau besar, membuat hidup terasa lebih menyenangkan dan berguna.
9. Ubah cara pandang
Ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik, cari cara untuk melihat hal tersebut dari sudut pandang yang lebih positif. Dalam setiap tantangan terdapat keuntungan, dalam setiap keuntungan terdapat tantangan.
Oleh : Jessica Padykula
Stay Cool in : Gudang Hikmah
Sunday, March 15, 2009
Sedekah: Ajarkan Anak Jadi Pemurah
Seringkali kita merasa iri menyaksikan seorang anak kecil yang begitu pemurah kepada peminta-minta atau fakir. Karena disisi lain, sering kita dapatkan anak kita sendiri begitu 'hemat' alias tidak suka berbagi kepada orang lain. Sebaliknya, karena kita sebagai orang tua membiasakan agar anak-anak terbiasa memberi sebagian nikmat yang mereka dapatkan kepada yang membutuhkan, tentu merasa kesal jika melihat anak lain yang pelit.
Like son like father, begitu pepatah barat mengatakan. Tentu pepatah itu berlaku umum, artinya sang orangtualah yang sangat berperan mendidik anak secara langsung maupun tidak langsung sifat dan karakter anak-anaknya, hasilnya bisa positif dan bisa negatif.
Pendidikan anak sejak dini secara langsung, tentu saja dilakukan secara sengaja dengan mengajarkan hal-hal positif dan bermanfaat kepada anak. Sedangkan yang tidak langsung, sesuai dengan sifatnya yang suka meniru, anak-anak selalu melakukan apa yang orangtua lakukan. Uniknya, tidak sedikit para orangtua yang tidak menyadari hal ini, atau setidaknya sedikit lengah bahwa perilaku mereka sangat berdampak kepada tingkah laku anak.
Melatih anak agar menjadi pemurah, tentu menjadi hal yang relatif lebih mudah jika kita sebagai orangtua juga terbiasa berbagi. Dalam berbagai kesempatan kita bisa mengajarkan si kecil agar terbiasa menjadi pemurah, ini dimaksudkan, agar kelak sampai dewasa ia menjadi orang yang pemurah, suka bersedekah.
Oleh karena itu, ajarkan anak-anak kita menjadi pemurah, karena dengan demikian kita juga mengajarkan mereka untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Caranya?
1. Dari Tangan Anak
Biasakan memberi shodaqoh kepada orang lain melalui tangan anak-anak kita. Hingga tangan mungilnya itu terbiasa memberi meski tidak kita perintahkan. Bahkan, ada orangtua yang 'kerepotan' karena anaknya selalu memaksa untuk memberi kepada setiap orang yang dikiranya hendak meminta.
Sejak kecil, ajaklah mereka ke tempat-tempat biasa kita menyalurkan zakat dan infaq semisal ke yayasan yatim piatu. Mungkin mereka tidak mengerti apa yang kita lakukan meski kita sudah mencoba memberinya pengertian. Tapi, memorinya akan merekam pengalaman tersebut dan sekaligus mengajarkan mereka untuk senantiasa memberi kepada 'si lemah'.
2. Infak di Masjid
Untuk anak laki-laki, selipkan uang secukupnya setiap kali mereka pergi sholat Jum'at untuk infak (tromol) masjid. Sekecil apapun, tentu bukan nilainya yang penting. Anak-anak secara langsung akan belajar berinfak sehingga suatu saat, setiap ia memasuki masjid (tidak mesti Jum'at) tangannya terbiasa mengulurkan uang untuk diinfakkan. Kuncinya, sang ayah tentu harus sering-sering mengajak anak-anak ke masjid.
3. Berbagi Makanan
Membawa makanan saat sekolah di Taman Kanak-Kanak (Raudhatul Athfal) tentu menjadi kesenangan tersendiri bagi setiap anak. Tambahkan kesenangan mereka dengan dengan satu kebiasaan memberi sebagian makanan bawaan mereka kepada temannya. Jadi, dengan sedikit berkorban, lebihkan bawaan anak-anak kita untuk dibagikan kepada satu atau dua temannya.
4. Makan Bersama Teman di Rumah
Sesekali, pilih satu hari khusus (tidak mesti saat berulang tahun) untuk mengundang teman-teman anak makan di rumah. Suruhlah ia yang langsung mengundang beberapa temannya, agar terasa langsung mereka yang mengajak. Anak-anak akan secara langsung dapat mempererat hubungan persaudaraan dengan teman-temannya dalam acara makan bersama itu.
5. Menabung untuk si Fakir
Bukan maksud memberi lebih uang kepada anak, melainkan sebagiannya untuk ditabung. Ajarkan anak menabung untuk dua hal, satu tabungan untuk masa depan dan satu lagi untuk diberikan kepada anak-anak yatim piatu dan para fakir setiap bulannya. Sekali lagi, tidak penting berapa jumlah yang ia bisa berikan kepada si fakir, tetapi pembiasaannya jauh lebih penting.
6. Saling Hantar kepada Tetangga
Dalam rangka mempererat hubungan, saling memberi makanan atau hadiah (oleh-oleh perjalanan) kepada para tetangga tentu bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia. Ajarkan anak-anak untuk juga melestarikan budaya ini. Biarkan anak-anak yang menhantarkan makanan kepada tetangga setiap kali kita memasak lebih. Jelaskan pula kepadanya manfaat dari budaya saling memberi itu. (bayu)
Sumber : Eramuslim
Mudah - mudahan bermanfaat. baca juga kerja keras adalah energi kita
Stay Cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Like son like father, begitu pepatah barat mengatakan. Tentu pepatah itu berlaku umum, artinya sang orangtualah yang sangat berperan mendidik anak secara langsung maupun tidak langsung sifat dan karakter anak-anaknya, hasilnya bisa positif dan bisa negatif.
Pendidikan anak sejak dini secara langsung, tentu saja dilakukan secara sengaja dengan mengajarkan hal-hal positif dan bermanfaat kepada anak. Sedangkan yang tidak langsung, sesuai dengan sifatnya yang suka meniru, anak-anak selalu melakukan apa yang orangtua lakukan. Uniknya, tidak sedikit para orangtua yang tidak menyadari hal ini, atau setidaknya sedikit lengah bahwa perilaku mereka sangat berdampak kepada tingkah laku anak.
Melatih anak agar menjadi pemurah, tentu menjadi hal yang relatif lebih mudah jika kita sebagai orangtua juga terbiasa berbagi. Dalam berbagai kesempatan kita bisa mengajarkan si kecil agar terbiasa menjadi pemurah, ini dimaksudkan, agar kelak sampai dewasa ia menjadi orang yang pemurah, suka bersedekah.
Oleh karena itu, ajarkan anak-anak kita menjadi pemurah, karena dengan demikian kita juga mengajarkan mereka untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Caranya?
1. Dari Tangan Anak
Biasakan memberi shodaqoh kepada orang lain melalui tangan anak-anak kita. Hingga tangan mungilnya itu terbiasa memberi meski tidak kita perintahkan. Bahkan, ada orangtua yang 'kerepotan' karena anaknya selalu memaksa untuk memberi kepada setiap orang yang dikiranya hendak meminta.
Sejak kecil, ajaklah mereka ke tempat-tempat biasa kita menyalurkan zakat dan infaq semisal ke yayasan yatim piatu. Mungkin mereka tidak mengerti apa yang kita lakukan meski kita sudah mencoba memberinya pengertian. Tapi, memorinya akan merekam pengalaman tersebut dan sekaligus mengajarkan mereka untuk senantiasa memberi kepada 'si lemah'.
2. Infak di Masjid
Untuk anak laki-laki, selipkan uang secukupnya setiap kali mereka pergi sholat Jum'at untuk infak (tromol) masjid. Sekecil apapun, tentu bukan nilainya yang penting. Anak-anak secara langsung akan belajar berinfak sehingga suatu saat, setiap ia memasuki masjid (tidak mesti Jum'at) tangannya terbiasa mengulurkan uang untuk diinfakkan. Kuncinya, sang ayah tentu harus sering-sering mengajak anak-anak ke masjid.
3. Berbagi Makanan
Membawa makanan saat sekolah di Taman Kanak-Kanak (Raudhatul Athfal) tentu menjadi kesenangan tersendiri bagi setiap anak. Tambahkan kesenangan mereka dengan dengan satu kebiasaan memberi sebagian makanan bawaan mereka kepada temannya. Jadi, dengan sedikit berkorban, lebihkan bawaan anak-anak kita untuk dibagikan kepada satu atau dua temannya.
4. Makan Bersama Teman di Rumah
Sesekali, pilih satu hari khusus (tidak mesti saat berulang tahun) untuk mengundang teman-teman anak makan di rumah. Suruhlah ia yang langsung mengundang beberapa temannya, agar terasa langsung mereka yang mengajak. Anak-anak akan secara langsung dapat mempererat hubungan persaudaraan dengan teman-temannya dalam acara makan bersama itu.
5. Menabung untuk si Fakir
Bukan maksud memberi lebih uang kepada anak, melainkan sebagiannya untuk ditabung. Ajarkan anak menabung untuk dua hal, satu tabungan untuk masa depan dan satu lagi untuk diberikan kepada anak-anak yatim piatu dan para fakir setiap bulannya. Sekali lagi, tidak penting berapa jumlah yang ia bisa berikan kepada si fakir, tetapi pembiasaannya jauh lebih penting.
6. Saling Hantar kepada Tetangga
Dalam rangka mempererat hubungan, saling memberi makanan atau hadiah (oleh-oleh perjalanan) kepada para tetangga tentu bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia. Ajarkan anak-anak untuk juga melestarikan budaya ini. Biarkan anak-anak yang menhantarkan makanan kepada tetangga setiap kali kita memasak lebih. Jelaskan pula kepadanya manfaat dari budaya saling memberi itu. (bayu)
Sumber : Eramuslim
Mudah - mudahan bermanfaat. baca juga kerja keras adalah energi kita
Stay Cool in http://newmasgun.blogspot.com/
Thursday, March 12, 2009
Mengajar Bayi Anda Membaca Sejak Dini
Download Artikel lengkapnya klik >>Mengajar Bayi Membaca<<
Seperti kita ketahui membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini, cuma manusia yang dapat membaca.
Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca.
Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun- dan mereka menyukainya.
Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan psikolog mengadakan penelitian "Bagaimana otak anak-anak berkembang?". Hal ini kemudian berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.
Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yagn cedera otak-pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi.
Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.
Penelitian tentang Otak Anak
Bagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu.Otak dapat mengerti keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kua tdan cukup jelas untuk didengar telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat menafsirkan.
Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang bisa melihat untuk disusun dan diartikan menkjadi kata-kat ayang dapat dipahami.
Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali dan dipahami.
Baik jalur pengkihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.
BAGAIMANA MENGAJAR BAYI ANDA MEMBACA
Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:
1. Sikap dan pendekatan orang tua: syarat terpenting adalah, bahwa diantara oran tua dan anak harus ada pendekatan yang menyengakan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.
Belajar adalah:
1. Hadiah bukan hukuman
2. Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
3. Bersenang-senang, bukan bersusah payah
4. Suatu kehormatan, bukan kehinaan
Hal penting kedua adalah membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul- betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
2. Bahan yang sesuai:
a. bahan-bahan dibua tdari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
b. kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar
c. tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten
Tahap-tahap mengajar
Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun- dan mereka menyukainya.
Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan psikolog mengadakan penelitian "Bagaimana otak anak-anak berkembang?". Hal ini kemudian berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.
Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yagn cedera otak-pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi.
Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.
Penelitian tentang Otak Anak
Bagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu.Otak dapat mengerti keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kua tdan cukup jelas untuk didengar telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat menafsirkan.
Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang bisa melihat untuk disusun dan diartikan menkjadi kata-kat ayang dapat dipahami.
Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali dan dipahami.
Baik jalur pengkihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.
BAGAIMANA MENGAJAR BAYI ANDA MEMBACA
Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:
1. Sikap dan pendekatan orang tua: syarat terpenting adalah, bahwa diantara oran tua dan anak harus ada pendekatan yang menyengakan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.
Belajar adalah:
1. Hadiah bukan hukuman
2. Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
3. Bersenang-senang, bukan bersusah payah
4. Suatu kehormatan, bukan kehinaan
Hal penting kedua adalah membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul- betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
2. Bahan yang sesuai:
a. bahan-bahan dibua tdari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
b. kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar
c. tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten
Tahap-tahap mengajar
Tahap pertama: (perbedaan penglihatan)
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain:
1. Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm
2. Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm,serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
3. Huruf berwarna merah
4. Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
5. Buatlah hanya 15 kata, misal IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH)
6. Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kat yang paling dikenal dan paling dekat dengan lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau sesuatu yang dianggap penting untuk siketahui oleh sang anak.
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain:
1. Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm
2. Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm,serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
3. Huruf berwarna merah
4. Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
5. Buatlah hanya 15 kata, misal IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH)
6. Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kat yang paling dikenal dan paling dekat dengan lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau sesuatu yang dianggap penting untuk siketahui oleh sang anak.
Hari pertama
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihakan perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnaya jangan ada radio yang dibunyikan.
1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunnya
3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH
4. Jangan jelaskan apa-apa
5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
7. Jangan anak suruh mengulang apa yang anda ucapkan
8. Setelah kata ke-5, peluk, cium denga hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang menyolok
9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1 jam
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihakan perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnaya jangan ada radio yang dibunyikan.
1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunnya
3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH
4. Jangan jelaskan apa-apa
5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
7. Jangan anak suruh mengulang apa yang anda ucapkan
8. Setelah kata ke-5, peluk, cium denga hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang menyolok
9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1 jam
Hari kedua
1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
3. Jangan menunjukkan rasa bangga anda
4. Jangan lakukan test, belum waktunya:
- Anak-anak tidak suka di-test (seperti orang dewasa)
- Test kebalikan dari belajar
- Makin sering di-test makin lambat belajarnya dan makin malas
- Test harus dilakukan setelah anak secara sukarela menunjukkan minat
1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
3. Jangan menunjukkan rasa bangga anda
4. Jangan lakukan test, belum waktunya:
- Anak-anak tidak suka di-test (seperti orang dewasa)
- Test kebalikan dari belajar
- Makin sering di-test makin lambat belajarnya dan makin malas
- Test harus dilakukan setelah anak secara sukarela menunjukkan minat
Hari ketiga
1. Lakukan seperti hari ke-2
2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran
1. Lakukan seperti hari ke-2
2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran
Hari keempat, kelima, keenam ulangi seperti hari ketiga tanpa menambah kata-kata baru.
Hari ketujuh beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
1. Pilih kata kesukaannya
2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
3. Hitung dalam hati sampai sepuluh
- Jika anak anda mengucapkan, pasti anda gembira dan tunjukkan kegembiraan anda
- Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan gembiara apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.
Hari ketujuh beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
1. Pilih kata kesukaannya
2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
3. Hitung dalam hati sampai sepuluh
- Jika anak anda mengucapkan, pasti anda gembira dan tunjukkan kegembiraan anda
- Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan gembiara apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.
Ancaman
Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. "Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat"
Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad
Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. "Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat"
Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad
Tahap kedua (kata-kata diri)
Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata ‘diri’ karena anak memang mula-mula mempelajari badannya sendiri.
1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang
2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm
3. Huruf dan warna seperti tahap pertama
4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya:
tangan , kaki , gigi , jari ,Kuku
lutut ,mata ,perut ,lidah ,pipi
kuping ,dagu ,dada ,leher ,paha
siku ,hidung ,jempol ,rambut ,bibir
5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5 kata
7. Jadi sekarang anda memiliki:
- 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
- 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
- total 5 kelompok kata = 25 kata
lutut ,mata ,perut ,lidah ,pipi
kuping ,dagu ,dada ,leher ,paha
siku ,hidung ,jempol ,rambut ,bibir
5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5 kata
7. Jadi sekarang anda memiliki:
- 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
- 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
- total 5 kelompok kata = 25 kata
1. Lakukan seperti tahap pertama
2. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak mempelajari 5 kata baru
3. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing datu dalam setiap kelompok kata,dan 5 kata lama diambil setiap harinya.
2. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak mempelajari 5 kata baru
3. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing datu dalam setiap kelompok kata,dan 5 kata lama diambil setiap harinya.
TIPS:
1. Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara berurutan, misalnya ‘lidah’ dengan ‘lutut’
2. Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang persis sama kalau anda mengajarnya berbicara
3. Ingat, membaca bukan berbicara
4. Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan memperluas perbendaharaan kata.
Tahap ketiga (kata-kata ‘rumah’)
Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan membaca ini dengan kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang menanamkan cinta belajar dalam diri anak anda, dan kecintaan ini akan berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan gembira dan penuh semangat.
1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang
2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat
3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua
4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2 suku kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga, jendela, dll
5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah 5 kata baru dari tahap ke tiga
6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas, topi, baju, jeruk, celana,s epatu, dll
7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk, berdiri, tertawa, melompat, membaca, dll
8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil menunjukkan kata tersebut, anda praktekkan sambil katakan ‘Ibu melompat’, ‘kakak melompat’, dsb
Tahap keempat (susunan kata dalam kalimat)
1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang
2. Ukuran huruf 2.5 cm
3. Huruf kecil, warna hitam
4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya ‘ini’ dan kata ‘bola’
5. Setelah itu pilihkan buku sederhana dengan syarat :
- Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata
- Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata
- Tinggi huruf tidak kurang dari 6,25 cm
- Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah
Carilah yang mendekati persyaratan tersebut
1. Pilih salah satu halaman yang ada di buku
2. Pindahkan kata-kata yang ada di halaman tersebut ke dalam satu kartu. Jadikan kartu-kartu ini ‘susunan kata-kata’ yang akan digunakan pada tahap kelima. Jumlah kartu ‘susunan kata-kata’ sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama.
3. Buat kartu ukuran 7,5 cm tinggi dengan tinggi huruf 5 cm, warna hitam.
1. Pilih salah satu halaman yang ada di buku
2. Pindahkan kata-kata yang ada di halaman tersebut ke dalam satu kartu. Jadikan kartu-kartu ini ‘susunan kata-kata’ yang akan digunakan pada tahap kelima. Jumlah kartu ‘susunan kata-kata’ sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama.
3. Buat kartu ukuran 7,5 cm tinggi dengan tinggi huruf 5 cm, warna hitam.
Tahap kelima (susunan kata-kata dan kalimat)
1. Sekarang anda sudah mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam setiap halaman buku yang akan dibaca anak. Lubangi sisi kartu-kartu untuk dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukuanya lebih besar
2. Tunjukkan kartu pertama dan ucapkan perkataannya lambat-lambat. Setiap hari harus diselesaikan 5 kartu
3. Setiap kartu sudah diperintahkan tiga kali sehari selama lima hari.
Subscribe to:
Posts (Atom)